Pangkas Durasi Haji, Pengembangan Opsi Lahan Kampung Haji Indonesia di Arab Saudi Menjadi Kunci

Alternatif lahan dan bandara baru dianggap memiliki posisi strategis sebagai zona hub pelaksanaan haji di masa datang. 

Pangkas Durasi Haji, Pengembangan Opsi Lahan Kampung Haji Indonesia di Arab Saudi Menjadi Kunci

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) ikut mencari solusi untuk mewujudkan ibadah dengan biaya yang lebih terjangkau (murah), dengan keunggulan adanya miqat (lokasi berganti kain dan niat berihram yang dekat) terdekat (mudah) dengan tetap menjaga kualitas pelayanan (aman-nyaman) bagi jemaah. 

Salah satunya sesuai dengan rekomendasi Panitia Kerja (Panja) Haji Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) 2025 adalah dengan mengurangi durasi tinggal Jemaah Indonesia agar lebih singkat dari 40 hari yang dirasa terlalu lama dan mahal.

Dalam rapat konsultasi yang berlangsung di Muamalat Tower, Jakarta, belum lama ini, Pimpinan Badan Pelaksana dan Dewan Pengawas mendengarkan masukan dan diskusi bersama Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian RI, Kemenko Infrastruktur dan Pembangunan Wilayah, Kementerian Agama, Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan, beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) termasuk Otorita Provinsi di Arab Saudi membahas berbagai tantangan dan solusi dalam penyelenggaraan ibadah , termasuk solusi menurunkan masa durasi tinggal agar lebih efisien, rasional dengan layanan yang meningkat sesuai amanah Undang-Undang Nomor 34 tahun 2014.

Anggota Bidang Investasi Surat Berharga dan Emas, serta Analisis Portofolio BPKH, Indra Gunawan mengatakan, faktor utama yang membuat durasi jemaah haji Indonesia di tanah suci begitu lama hingga 40 hari, adalah panjangnya waktu tunggu keberangkatan dan kepulangan karena terbatasnya infrastruktur di bandar udara (bandara) Jeddah dan Madinah, dari kewenangan pihak GACA (General Authority of Civil Aviation) KSA.

Baca juga:

“Selain itu, tantangan lain juga muncul akibat aksesibilitas lebih dari 17 ribu pulau dan 75 ribu desa di Indonesia, serta 719 bahasa yang berbeda serta tingginya jumlah jemaah yang tidak memiliki akses keuangan memadai,” kata dia, di Jakarta, Rabu (15/1/2025)

Belum lagi jika dilihat dari usianya, mayoritas jemaah Indonesia saat ini Lansia di atas 60 tahun, dengan sebagian besar memiliki risiko tinggi kesehatan.

Indra mengatakan, Rencana jangka pendek yang diusulkan adanya gagasan untuk optimalisasi bandara eksisting disana dengan sebelumnya berkonsultasi intens bersama Presiden, Kementerian/Lembaga/BUMN dan Pemangku Kepentingan terkait guna mengalihkan sebagian jemaah Indonesia kesana untuk mengurai titik konsentrasi tidak hanya bandara di Jeddah dan Madinah. 

Sedangkan untuk jangka panjang, dibutuhkan investasi bagi pembangunan bandara, terminal, rumah sakit dengan kapasitas dan fasilitas yang lebih optimal, disinilah peran Kemenko dan Kementerian Keuangan membantu tata kelola proses dan evaluasinya.

Adanya ketersediaan terminal akan dapat mengurai durasi dan mobilisasi serta meringankan konsentrasi tenaga dan layanan kesehatan yang memadai untuk mendukung kebutuhan medis jemaah lansia. Hal ini diafirmasi oleh Direktur Pengelolaan Dana Haji dan Sistem Informasi Haji Terpadu, Ramadhan Harisman.

Alternatif lahan dan bandara baru dianggap memiliki posisi strategis sebagai zona hub pelaksanaan di masa datang. 

Indra optimistis dengan dibukanya opsi lahan yang memiliki bandara dan miqat yang dekat ini, durasi bisa dipangkas menjadi lebih singkat. 

“Sehingga berpotensi mengurangi biaya transportasi, konsumsi dan akomodasi yang pada akhirnya dapat menurunkan biaya dan layanan yang lebih efektif dan efisien,” ucap dia.  

Jika gagasan itu terlaksana, siap berinvestasi langsung pada ekosistem dan umrah, serta sektor lain seperti pertanian, pariwisata, dan kuliner serta mengajak BUMN dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) tanah air bergotong-royong membangun Haji Indonesia di Saudi dengan dana . 

“Upaya ini bertujuan menjadikan dan umrah yang mudah-murah serta aman-nyaman dengan mengoptimalkan dana umat yang dikelola saat ini sudah mencapai Rp170 triliun," tegas Indra.

Anggota Dewan Pengawas Heru Muara Sidik menngungkapkan, untuk mengatasi masalah ini, tercetus ide mengembangkan lahan dan bandara alternatif, apalagi jika ternyata ada miqat mobilisasi kedatangan dan kepulangan menjadi lebih mudah-murah, aman-nyaman, saatnya bahu-membahu bersama bagi terobosan ini. 

"Untuk mengatasi masalah ini tercetus ide mengembangkan lahan dan bandara alternatif, apalagi jika ternyata ada miqat mobilisasi kedatangan dan kepulangan menjadi lebih mudah-murah, aman-nyaman, saatnya bahu membahu bersama bagi terobosan ini," terangnya. 

Sementara itu, Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Kemenhub, Capt. M. Mauludin mengatakan, saat ini bandara dimaksud hanya memiliki dua runway dengan kapasitas terbatas, yang hanya mampu menampung ratusan penumpang per jam untuk kelaikudaraan bandara dan terminal ini perlu investasi lanjutan.

“Saat ini bandara dimaksud hanya memiliki dua runway dengan kapasitas terbatas yang hanya mampu menampung ratusan penumpang per jam untuk kelaikudaraan bandara dan terminal ini perlu investasi lanjutan," jelasnya.