Program Harga Gas Murah Berlanjut, Pebisnis Minta Volume Pasokan Konsisten

HGBT ditujukan ke tujuh sektor industri yakni pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.

Program Harga Gas Murah Berlanjut, Pebisnis Minta Volume Pasokan Konsisten

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pebisnis menyambut baik keputusan pemerintah melanjutkan  program atau Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk sejumlah sektor industri.

HGBT ditujukan ke tujuh sektor industri yakni pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.

Kebijakan diberlakukan pada 2020 dengan harga gas 6 dolar AS per MMBTU dan telah berakhir pada 31 Desember 2024.

Setelah berakhirnya kebijakan tersebut, tujuh kelompok industri itu kena tarif Harga Gas Regasifikasi dari PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) atau PGN sebesar 16,77 dolar AS per MMBTU dari 1 Januari sampai 31 Maret 2025.

Di rapat terbatas di Istana Kepresidenan Jakarta pada Selasa (21/1/2025), pemerintah menyepakati keberlanjutan program untuk sektor industri tertentu.

Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengatakan keputusan tersebut akan meningkatkan daya saing industri keramik.

Edy bilang, komponen biaya produksi terbesar adalah biaya energi gas yang kurang lebih sekitar 30 hingga 32 persen dari total biaya produksi.

"Asaki mengharapkan segera diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM (PermenESDM) yang akan mengatur besaran harga dan volume gas dalam bulan Januari ini," kata dia dikutip Senin (27/1/2025).

Edy bilang, ada kemungkinan keijakan ini akan dinaikkan dari 6 dolar AS per MMBTU menjadi 7 dolar as per MMBTU.

Jumlah tersebut tidak jauh berbeda dari yang didapat industri beberapa tahun ke belakang, di mana menurut Edy harga gas telah menjadi 6,5 dolar AS per MMBTU sejak Mei 2023.

Baca juga:

ASAKI tidak keberatan jika naik menjadi 7 dolar AS per MMBTU, tetapi ia meminta agar pemerintah memperhatikan realita di lapangan.

Dia minta pasokan volume gas sesuai dengan kebutuhan gas industri yang tercantum dalam peraturan berlaku.

"Kebijakan tersebut harus diimplementasikan sepenuhnya di lapangan, pasokan volume gas harus sesuai dengan kebutuhan gas industri yang tercantum di dalam isi KepmenESDM," ujar Edy.

Selama ini pasokan gas oleh PGN tidak sesuai dengan volume alokasi gas dengan pemberlakuan Alokasi Gas Untuk Industri Tertentu (AGIT) sebesar 60-70 persen di Jawa Barat dan AGIT 70-75 persen di Jawa Timur.

Baca juga: