Serba-serbi Coretax, Dirancang Agar Efesien Tapi Kenapa Dianggap Menyusahkan Wajib Pajak
istem Coretax dirancang agar lebih efisien dan beri kemudahan bagi wajib pajak serta petugas pajak. Kenapa justru dianggap menyulitkan wajib pajak.
TEMPO.CO, Jakarta - Layanan Sistem Inti Administrasi Perpajakan, , besutan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan untuk memodernisasi proses perpajakan berbuah masalah. Awalnya, sistem ini dirancang agar lebih efisien dan memberikan kemudahan bagi wajib pajak serta petugas pajak.
Namun dalam pelaksanaannya, banyak justru kesulitan mengakses sistem tersebut. Salah satunya adalah Andi, seorang praktisi perpajakan yang juga memiliki perusahaan di bidang jasa. Ia menemukan kesulitan dalam pembuatan faktur pajak di layanan Coretax.
Baca berita dengan sedikit iklan,
“Kami belum bisa buat faktur, belum bisa buat penagihan,” kata Andi kepada Tempo melalui sambungan telepon, Sabtu, 4 Januari 2025.
Tempo merangkum fakta-fakta Coretax yang bermasalah, berikut ulasannya:
Coretax merupakan sistem teknologi informasi terbaru yang diterapkan DJP sejak 1 Januari 2025 untuk mengintegrasikan seluruh layanan administrasi perpajakan di Indonesia. Layanan ini untuk mempermudah pendaftaran wajib pajak, pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), pembayaran pajak, hingga pemeriksaan dan penagihan.
Sebelumnya DJP juga telah melaksanakan praimplementasi sistem ini dari 16 hingga 31 Desember 2024. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti mengatakan langkah ini bertujuan untuk memberikan waktu kepada wajib pajak dalam mempersiapkan diri sebelum sistem diberlakukan penuh di awal tahun.
“Harapannya, saat implementasi nanti, wajib pajak tidak mengalami kesulitan dalam menggunakan aplikasi,” kata Dwi dalam keterangan resmi yang disampaikan pada Selasa, 25 Desember 2024.
Namun, belum genap sepekan diterapkan, Coretax menuai banyak keluhan dari para wajib pajak yang kesulitan mengaksesnya. Seperti disampaikan Andi kepada Tempo, Ia menemukan kesulitan dalam pembuatan faktur pajak di layanan Coretax tersebut. Dia khawatir bakal terkena sanksi keterlambatan pembuatan faktur.
Menurut Andi, Kementerian Keuangan melalui DJP harus segera memberikan kepastian soal sistem Coretax. Jangan sampai perusahaan-perusahaan dibebankan denda akibat keterlambatan pembuatan faktur akibat kesalahan sistem layanan. Apalagi ternyata kesulitan pembuatan faktur di layanan Coretax tidak hanya dialami olehnya.
“Kemarin tim dari perusahaan kami telah mendatangi Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Sama juga, ternyata KPP tuh ramai, ya karena faktur pajak kan orang transaksi tiap hari, mungkin per jam, per menit,” ujar dia.
Merespons hal ini, DJP melalui unggahan di akun Instagram resminya @ditjenpajakri pada Sabtu, 4 Januari 2025 membenarkan layanan Coretax masih perlu diperbaiki. Kolom komentar unggahan tersebut kemudian dibanjiri sekitar 832 pertanyaan dan keluhan pengguna sistem Coretax DJP.
“Minimal tuh kritik dan keluhan dibaca, disampaikan ke petinggi,” tulis Aulia, pemilik akun @auliajulianty_, di kolom komentar unggahan DJP. “Kami butuhnya solusi, bukan jawaban ‘dicoba terus ya aplikasinya’, sedangkan kerjaan terus berjalan. Mau sampai kapan?” kata Aulia lagi.
3. Menteri Keuangan Sri Mulyani datangi dapur Coretax
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kemudian mengunjungi dapur sistem administrasi layanan Coretax. Kunjungan itu dilakukan di tengah ramai keluhan kesulitan akses dari wajib pajak sepekan setelah Coretax resmi diterapkan. Bendahara Negara itu datang didampingi tiga wakil menteri pada Rabu, 8 Januari 2024.
“Terus kerja keras membangun sistem administrasi pajak yang makin handal dan semangat mengatasi berbagai masukan dan masalah yang terjadi,” ujarnya lewat akun instagram @smindrawati pada Kamis, 9 Januari 2025.
DJP kemudian meminta maaf karena implementasi layanan Coretax masih terkendala. DJP mengambil sejumlah langkah perbaikan untuk mengatasi kendala terhadap sistem Coretax. Dwi menyampaikan langkah-langkah tersebut termasuk memperluas jaringan dan peningkatan kapasitas bandwith.
“Kami dengan segala kerendahan hati menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh wajib pajak atas terdapatnya kendala dalam penggunaan fitur-fitur layanan Coretax DJP,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti melalui keterangan tertulis pada Jumat, 10 Januari 2025.
Dwi menyampaikan hingga 9 Januari 2025, wajib pajak yang sudah berhasil mendapatkan sertifikat elektronik untuk faktur pajak berjumlah 126.590. Selain itu, ada 34.401 wajib pajak yang berhasil membuat faktur pajak. Faktur pajak yang telah divalidasi atau disetujui berjumlah 236.221.
Pihaknya juga menegaskan tidak akan ada sanksi administrasi jika terdapat keterlambatan dalam penerbitan faktur pajak maupun pelaporan pajak selama masa transisi implementasi Coretax. DJP memastikan tidak ada beban tambahan bagi wajib pajak akibat penggunaan sistem yang berbeda.
5. Alasan Coretax bermasalah
Menurut Dwi, sebagaimana disampaikan kepada Tempo pada Ahad, 12 Januari 2025, masalah yang sering dikeluhkan pengguna Coretax disebabkan sinkronisasi data. Sedari awal, kata Dwi, implementasi Coretax DJP, tidak terdapat kerusakan maupun hambatan pada server atau perangkat. Saat ini yang terus berjalan merupakan proses sinkronisasi data incremental, sejalan dengan penggunaan dua sistem di masa transisi.
“Perlu kami sampaikan bahwa kendala-kendala yang dialami wajib pajak dalam penggunaan Coretax DJP bukan merupakan kendala terkait server,” ujarnya.
DJP menegaskan sistem masih dalam tahap peralihan dan data terus diperbarui secara bertahap (inkremental) antara sistem lama dan sistem baru. Proses sinkronisasi data ini merupakan hal yang normal dan terus berlangsung. Kendala utama dalam akses Coretax DJP disebabkan oleh tingginya volume pengguna secara bersamaan yang memengaruhi kinerja sistem.
“Serta adanya proses penyesuaian teknis yang masih berlangsung pada infrastruktur,” kata dia.
6. Tanggapan Dewan Ekonomi Nasional
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Binsar Pandjaitan turut angkat bicara soal sistem Coretax yang masih dikeluhkan oleh banyak wajib pajak. Luhut yakin sistem yang diterapkan sejak awal bulan ini berperan krusial dalam reformasi perpajakan nasional. Mantan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi itu yakin sistem akan berjalan baik.
“Meskipun masih dalam tahap transisi, saya yakin sistem ini lambat laun akan berjalan dengan baik,” kata Luhut saat bertemu dengan Sri Mulyani Indrawati di Kantor DJP, dikutip dari keterangan tertulis di Jakarta, Selasa, 14 Januari 2025.
Dalam pertemuan itu, Luhut mengungkit sistem informasi Ditjen Pajak sebelumnya masih memiliki keterbatasan, seperti teknologi yang out of date, data yang belum lengkap, dan kurangnya integritas data. Oleh karena itu, Coretax hadir untuk menjawab tantangan ini dengan menghadirkan sistem akuntansi yang terintegrasi dan mampu mengkonsolidasikan data perpajakan secara menyeluruh.
“Saya juga mendorong keberlanjutan layanan bantuan (helpdesk) selama masa implementasi awal ini agar tantangan yang dihadapi dapat segera diatasi,” ujar mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi tersebut, seperti dikutip dari Antara.
7. Kritik pengamat kebijakan publik
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengkritik layanan Coretax yang justru menyusahkan wajib pajak. “Kebijakan yang tidak disiapkan dengan baik akan sangat menyulitkan wajib pajak,” kata Agus lewat aplikasi perpesanan, Kamis, 16 Januari 2024.
Menurut Agus, penanggung jawab sistem Coretax harus disanksi. Sebab, pemerintah juga tidak segan memberikan sanksi kepada wajib pajak yang bermasalah. Selain itu, kata dia, pemerintah sebaiknya memberikan kompensasi kepada wajib pajak. Ganti rugi bisa berupa diskon pajak hingga layanan bisa berjalan normal.
“Tidak bayar pajak atau telat atau kurang bayar, kita dikejar-kejar. Sementara pemerintah melakukan kesalahan yang sangat menyulitkan wajib pajak tidak diberi sanksi,” katanya.
Sultan Abdurrahman, Ilona Estherina, Sharisya Kusuma Rahmanda, dan Ervana Trikarinaputri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: