Studi Ungkap Kaltim dan IKN Rentan Kekeringan Ekstrem, Selain Banjir-Tanah Longsor

Hasil studi yang masih dalam proses publikasi ini menyatakan konsisten dengan dua hasil studi lainnya yang menyorot spesifik IKN.

Studi Ungkap Kaltim dan IKN Rentan Kekeringan Ekstrem, Selain Banjir-Tanah Longsor

TEMPO.CO, Jakarta - , di mana Ibu Kota Nusantara () berlokasi di dalamnya, rentan kekeringan yang parah dan ekstrem dalam cekaman pemanasan global saat ini. Hasil pemodelan iklim regional menunjukkan potensi kekeringan tersebut lebih terkonsentrasi dan konsisten di wilayah ini ketimbang di wilayah Kalimantan lainnya. 

Studi pemodelan itu dilakukan oleh tim peneliti gabungan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (), Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Mereka menganalisis kekeringan potensial di Kalimantan menggunakan indeks kekeringan efektif dalam kondisi iklim global yang menghangat.

Baca berita dengan sedikit iklan,

slot-iklan-300x600

Hasilnya, tim mendapati Kalimantan Timur rentan terhadap beragam kriteria kekeringan, dari parah sampai ekstrem, baik pada musim klimatologi saat ini (2002-2022) maupun masa depan yang dekat atau near-future (2023-2033). "Fakta-fakta ilmiah mengenai potensi kekeringan di Kalimantan Timur saat ini dan masa depan ini sedang proses telaah di jurnal internasional. Lengkapnya tunggu terbit versi preprint," kata ketua tim peneliti Erma Yulihastin dari Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, BRIN.

Erma dihubungi pada Minggu sore, 9 Februari 2025, untuk dimintai penjelasan hasil penelitian yang pertama diungkap di akun media sosialnya tersebut. Erma mengatakan di sana bahwa, jika tak segera disiapkan mitigasi terbaik jangka panjang, kota-kota seperti Balikpapan, Samarinda, dan IKN, akan menghadapi persoalan yang memburuk tentang risiko kekeringan.  

Terlebih, Erma menambahkan, proyeksi Land Use Land Cover (LULC) mengindikasikan peningkatan perubahan tutupan lahan dari hutan menjadi perkebunan sebesar 2,1 persen di Kalimantan Timur dari 2023 sampai 2033. "Tren ini meng-highlight lanskap Kalimantan Timur yang berubah pada near-future, menggarisbawahi kebutuhan untuk upaya-upaya mitigasi," kata Profesor Riset di Bidang Klimatologi ini.


Iklim Panas dan Kering Kalimantan Timur


Dari hasil riset sebelumnya, Erma menjelaskan, Kalimantan Timur telah diketahui memiliki iklim regional yang panas dan kering (hot and dry). Terbukti dari data curah hujan bulanannya yang kurang dari 200 mm. 

Itu sebabnya, ketika terjadi fenomena El Nino yang membawa dampak kering di Indonesia, wilayah Kalimantan Timur termasuk yang paling terpukul. Seperti yang terjadi saat super El Nino 1997 lalu.   

Faktanya seluruh wilayah Kalimantan terpukul oleh El Nino ekstrem. Lebih dinginnya suhu permukaan laut di Selat Makassar, Laut Maluku, dan Laut Jawa melemahkan sirkulasi massa udara lokal dan menghilangkan meso-konvergensi di atas Kalimantan yang biasa hadirkan hujan. 

Bedanya untuk Kalimantan Timur, wilayah ini tak kebagian banyak hujan pula saat musim angin baratan atau Monsun Asia yang membawa banyak uap air. "Angin Monsun Asia masuk lewat Kalimantan Barat dan terhadang oleh dataran yang sedikit tinggi, walau bukan gunung, yang ada di Kalimantan Tengah untuk bisa terus mengarah ke timur," tutur Erma.

Erma mengaku telah mencari konfirmasi atas hasil studi terbaru yang dilakukan bersama timnya ini dengan menggali informasi dari berbagai kalangan di Kalimantan Timur. Kesulitan mencari air bersih disebutnya meningkat beberapa tahun belakangan ini di wilayah itu.


Peneliti Korea dan Jepang Sorot Potensi Bencana di IKN


Menurut Erma, temuan yang mereka dapat konsisten dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Dia menunjuk studi 'Multi-hazard assessment for flood and Landslide risk in Kalimantan and Sumatra: Implications for Nusantara, Indonesia's new capital' yang dilakukan oleh tim dari Korea Selatan. 

Hasil penelitian yang menggunakan pembelajaran mesin dalam metodenya itu dipublikasi pada 30 September 2024. Disebutkan di sana, sebanyak 26,7 persen dari area studi rentan di antara bencana banjir atau tanah longsor, dengan 16,8 persen yang rentan untuk keduanya.

Banjir merendam Desa Budaya Adat Pampang, Samarinda, Kalimantan Timur, 27 Januari 2025. Menurut data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Samarinda sebanyak 297 KK dari empat RT terdampak banjir akibat intensitas hujan tinggi dan banjir kiriman dari daerah lain. Antara/M Risyal Hidayat

Secara khusus, tim peneliti menyebut IKN menunjukkan risiko bencana yang relatif lebih tinggi di antara area studi dan zona dilindungi lainnya di Kalimantan dan Sumatra yang diteliti. "Sebanyak 22,1 persen wilayahnya berisiko banjir dan tanah longsor," bunyi bagian dari hasil penelitian oleh tim yang datang antara lain dari Seoul National University itu.

Menurut Erma, tim dari Korea menggunakan data iklim global untuk melihat proyeksi yang lebih jauh ke depan, yakni 2040-2099. "Apa yang kami kerjakan adalah meihat near future, tapi hasilnya ternyata konsisten soal Kalimantan Timur dan IKN," katanya. 

Begitu juga terhadap penelitian yang dilakukan tim peneliti gabungan Jepang (Hiroshima University dan Kagoshima University) - Indonesia (BMKG, ITB, dan Korea-Indonesia Marine Technology Cooperation Research Center) yang hasilnya baru dipublikasi 31 Januari lalu. Judulnya 'Assessing Green Strategies for Urban Cooling in the Development of Nusantara Capital City, Indonesia'.

Erma menyebut penelitian yang ini melakukan simulasi, melihat pengaruh pembangunan IKN bagi iklim mikro. Dalam salah satu butir kesimpulannya, tim merekomendasikan dipertahankannya hutan heterogen ketimbang area rerumputan dalam mitigasi dampak perubahan iklim mikro yang berupa peningkatan suhu di IKN. 

Pilihan Editor: