SETARA Institute Kritik Bulog Dipimpin TNI Aktif
SETARA Institute mempersoalkan Mayor Jenderal TNI Novi Helmy Prasetya yang merupakan TNI aktif menjadi Direktur Utama Bulog.
![SETARA Institute Kritik Bulog Dipimpin TNI Aktif](https://statik.tempo.co/data/2025/02/09/id_1375908/1375908_720.jpg)
TEMPO.CO, Jakarta - Mayor Jenderal TNI membenarkan statusnya sebagai prajurit aktif meski telah menjabat Direktur Utama selama tiga hari. Dengan rekam jejak militernya, Novi mendadak harus mengurus perusahaan milik negara di bidang logistik pangan. Ketidaksinkronan latar belakang dengan jabatan terkini itu pun dikritik oleh SETARA Institute.
"Pemerintahan menempatkan militer sebagai solusi atas semua problematika pembangunan, sehingga pelibatan militer dianggap menjadi manifestasi akselerasi pembangunan," ujar SETARA dalam keterangan resmi pada Senin, 10 Februari 2025. Padahal, SETARA menilai penunjukkan Novi itu sesungguhnya abnormal karena melanggar UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
SETARA menganggap Pemerintahan Prabowo Subianto terlalu berpaku pada standar keberhasilan pembangunan ekonomi Orde Baru. Pada era Presiden Soeharto itu, pemerintah mengaktifkan dwifungsi ABRI untuk mendukung pembangunan nasional. Hal itulah, menurut SETARA, yang sedang direplikasi oleh Kabinet Merah Putih sekarang.
"Padahal berbagai perkembangan konsep pemerintahan, seperti good governance hingga collaborative governance dapat menjadi konsep menuju pembangunan yang demokratis," kata SETARA menawarkan alternatif. Namun, dengan Novi yang menduduki kursi Direktur Utama Bulog, SETARA yakin ruang-ruang kerja sipil sedang disusupi oleh militerisme.
Kontribusi Novi untuk Bulog juga masih diragukan oleh Ekonom dari Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda. Menurut Nailul, pemimpin yang ditunjuk untuk Bulog seharusnya memiliki keahlian dalam manajemen dan pertanian, bukan kekuatan militer. Ia juga menyebut dengan melihat permasalahan yang ada di Bulog saat ini, pemimpin itu sepatutnya juga lebih mengerti soal stabilisasi harga dan pasokan beras.
Nailul menekankan pengaturan stok beras tidak bisa diselesaikan dengan militer, tapi strategi manajemen stok barang. “Jadi sudah jelas pergantian ini menandakan TNI semakin banyak di jabatan sipil dan manajerial. Tidak lebih dari itu,” ujar Nailul kepada Tempo, Ahad, 9 Februari 2025.
Ia pun menilai dampak positif dari perombakan ini tidak akan signifikan. Sebab, pergantian kepemimpinan Bulog tidak serta-merta menurunkan harga beras. Bahkan, ia memperkirakan harganya tetap tinggi atau naik.
Hal ini karena faktor utama yang mempengaruhi harga adalah ketersediaan stok dan kebijakan intervensi pasar, bukan hanya perubahan pimpinan. Sedangkan Bulog, tutur Nailul, tidak memiliki kekuatan untuk melakukan intervensi pasar.
Adapun di masa kepemimpinannya yang seumur jagung, Novi dihadapkan dengan target penyerapan gabah hasil panen oleh Bulog yang terbilang tinggi. Hingga April 2025, perusahaan pelat merah itu ditargetkan menyerap beras 3 juta ton. Target yang tinggi ditetapkan lantaran pemerintah berencana menghentikan impor beras tahun ini.
Arahan menyerap beras 3 juta ton disepakati dalam rapat koordinasi terbatas di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta, Rabu, 22 Januari 2025. Pabrik-pabrik penggilingan padi akan menebus gabah yang dihasilkan petani sesuai harga pembelian pemerintah (HPP), yakni Rp 6.500 per kilogram. Sedangkan Bulog akan menebus beras di harga Rp 12.000 per kilogram.
Riani Sanusi Putri berkontribusi pada penulisan artikel ini.