Gunung Kelud: Perubahan Karakter Setelah 10 Tahun Erupsi Dahsyat 2014
Gunung Kelud: Perubahan Karakter Setelah 10 Tahun Erupsi Dahsyat 2014. ????Gunung Kelud memasuki fase kedua setelah erupsi dahsyat 2014. Simak perubahan karakter, bahaya, dan upaya mitigasi bencana dari petugas Gunung Kelud. -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp
Kediri (beritajatim.com) – Gunung Kelud, salah satu gunung berapi aktif di Jawa Timur, kini telah memasuki fase kedua setelah lebih dari 10 tahun sejak erupsi dahsyat pada tahun 2014. Letusan tersebut menewaskan empat orang, mengakibatkan ratusan ribu orang mengungsi, dan melumpuhkan sejumlah kota di Jawa.
Kini, pertanyaan besar muncul: bagaimana karakter Gunung Kelud berubah, apa bahaya yang mungkin terjadi, dan bagaimana upaya mitigasi bencana dilakukan?
Perubahan Karakter Gunung Kelud
Khoirul Huda, selaku petugas Pengamat Gunung Kelud di Pos Pengamatan Gunung Kelud, di area Perkebunan Margomulyo, Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, menjelaskan bahwa Gunung Kelud memiliki sejarah erupsi yang panjang. “Gunung Kelud 1990 mempunyai volume air kawah 2.500.000 meter kubik,” ujarnya saat mengawali dialog bersama Ketua FPRB Kabupaten Kediri dr. Ari Purnomo Adi.
Pada tahun 2007, terjadi erupsi efusif atau erupsi belahan yang membentuk anak gunung Kelud atau kubah lava. Anak gunung tersebut menjadi sumbat yang akhirnya menutup permukaan kawah Gunung Kelud dan dihancurkan pada tahun 2014 dengan erupsi yang sangat dahsyat hingga mencapai ketinggian 20 km.
“Kita flashback ke belakang, bagaimana tahun 1990 kondisinya kayak apa, lingkungan kita. Erupsi tidak besar, karena adanya air danau kawah. Sekarang lagi proses mudah-mudahan banyak pihak membantu untuk mengurangi volume air kawah tersebut, sampai hari ini belum bisa dilakukan. Mudah-mudahan tidak ada apa-apa,” jelasnya.
“Ke depan Insya Allah kondisinya tidak seperti 2014, karakter letusannya insya Allah tidak terlalu jauh dari model tahun 1990. Itu letusannya tidak terlalu tinggi, mungkin sekitar 10 km, itu nanti mengakibatkan awan panas kolab, jadi meluncur ke atas, kemudian tenaganya habis dan menyusur ke bawah,” tambahnya.
Bahaya dan Upaya Mitigasi
Khoirul juga menjelaskan bahwa jangkauan erupsi tergantung pada jumlah material yang dikeluarkan dan tinggi erupsi.
“Jadi pengalaman tahun 1990 itu sampai 5 km dari kawah. Di daerah barat sampai ngicipi Perkebunan Margomulyo, sebelah selatan sampai utaran Gandusari di sebuah kampung. Kalau utara kemarin yang sempat saya lihat pertemuan Kali Nogo ke selatan sedikit 4 km di hulu Sungai Konto,” terangnya.
Untuk mengurangi dampak luncuran awan panas, Khoirul menekankan pentingnya penanaman pohon.
“Sekarang untuk mengurangi luncuran tersebut, yaitu tadi menanaman pohon. Bangun DAM itu hanya sekedar untuk ngangkrek-ngangkrengi kalau ada lahar. Kalau ini awan panas, itu sing ngangkrek-ngangkreki tanaman. Maka wajib menanaman pohon yang ingin tidak sampai ke lokasi,” ajaknya.
Dengan memahami perubahan karakter dan upaya mitigasi, diharapkan masyarakat dapat lebih waspada dan siap menghadapi potensi bencana dari Gunung Kelud di masa depan.
Laporan Aktivitas Gunung Kelud
Berdasarkan laporan aktivitas gunung api periode pengamatan 10-02-2025 00:00-24:00 WIB, Gunung Kelud berada pada tingkat aktivitas Level I (Normal). Cuaca saat itu berawan, mendung, dan hujan dengan angin bertiup lemah hingga sedang ke arah utara, timur laut, dan barat laut.
Suhu udara berkisar antara 19-30 Derajat Celsius dan kelembaban udara 68-88 persen. Volume curah hujan mencapai 7.8 mm per hari.
Visual air danau kawah Gunung Kelud terlihat jelas berwarna biru kehijauan dengan bualan air di tengah danau yang teramati samar-samar. Suhu air danau telemetri tercatat sebesar 29.16 Derajat Celsius.
.