300 Ribu Ekor Burung Kicau Ilegal Disita dalam Lima Tahun Terakhir
Baru-baru ini Satuan Pelayanan Karantina Ketapang, Banyuwangi, menggagalkan upaya penyelundupan 6.860 ekor burung kicau
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Yayasan Flight Indonesia, Marison Guciano, mengatakan penyelundupan kicau di Banyuwangi, Jawa Timur, menambah daftar panjang praktik perdagangan satwa liar secara ilegal. Dalam lima tahun terakhir, kata Marison, setidaknya terdapat 300 ribu ekor burung kicau yang disita dari perdagangan ilegal di Indonesia.
“Besarnya angka itu menunjukkan rendahnya kepedulian oleh masyarakat maupun aparat berwenang dalam mematuhi tata kelola perdagangan serta pengawasan terhadap satwa liar,” kata Marison saat dihubungi, Ahad, 2 Februari 2025.
Marison mengatakan, besarnya jumlah burung kicau yang disita dari perdagangan ilegal disebabkan tingginya permintaan pasar. Dia mengatakan hal itu juga didorong karena memelihara burung kicau sudah menjadi kebiasaan umum, terutama di kalangan masyarakat Jawa.
Selain itu, kata Marison, maraknya perdagangan ilegal burung kicau karena statusnya dianggap bukan satwa kunci yang dilindungi seperti harimau, gajah, dan badak. “Perdagangannya sangat masif, bahkan beberapa spesies burung kicau ini sudah jarang terlihat di alam liar,” kata dia.
Meski belum berstatus sebagai satwa langka, burung kicau yang diperjualbelikan harus jelas sumbernya dan memiliki izin dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
Ketentuan itu diatur melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 447 tahun 2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar. Dalam regulasi ini diatur bahwa satwa yang diambil dari alam harus memenuhi sejumlah persyaratan.
Beberapa persyaratan di antaranya mendapatkan izin dari instansi terkait, harus mematuhi kuota tangkap dan diambil di wilayah tangkap yang ditentukan oleh Balai Konservasi. Namun, kata Marison, ketentuan ini kerap dilanggar.
“Tapi dalam praktiknya pengambilan dari alam dilakukan tanpa pengawasan dan tidak terkendali. Distribusinya juga dilakukan secara ilegal, diselundupkan dan tidak melalui proses karantina,” kata Marison.
Marison menjelaskan selama ini praktik perdagangan burung kicau ilegal di pasaran juga minim pengawasan. Dia mengatakan hampir sebagian pedagang burung tidak memiliki izin edar. “Ini menandakan perdagangan burung kicau ilegal dianggap belum prioritas,” ujarnya.
Sebelumnya, Satuan Pelayanan Karantina Ketapang, Banyuwangi, menggagalkan 6.860 burung kicau yang akan diselundupkan dari Pelabuhan Tanjung Wangi, pada Sabtu, 1 Februari 2025. Burung itu sedianya akan didistribusikan ke sejumlah daerah di Jawa, tapi tidak memiliki surat izin dari BKSDA dan Balai Karantina.
Penanggung Jawab Satuan Pelayanan Karantina Ketapang Fitri Hidayati mengatakan, burung kicau itu akan dikarantina dalam beberapa hari ke depan. Balai Karantina Ketapang akan memeriksa kondisi kesehatan unggas tersebut sebelum dilepasliarkan ke alam. “Jadi burung kicau itu berasal dari Lombok dan tidak memiliki dokumen karantina dari daerah asalnya,” kata Fitri saat dihubungi, Ahad, 2 Februari 2025.
Fitri mengatakan, BKSDA dan pihak kepolisian akan mendalami praktik liar ini lebih lanjut. Saat ini dua orang pelaku yang berperan sebagai supir telah ditahan oleh kepolisian dari Kesatuan Pelaksanaan Pengamanan Pelabuhan (KP3) Tanjung Wangi “Setelah proses karantina selesai, burung kicau ini kan dikembalikan dan dilepasliarkan ke NTB,” kata Fitri.