Ahli: KPU Papua seharusnya tak tetapkan paslon diduga palsukan surat
Mantan Ketua Bawaslu dan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI Muhammad Alhamid mengatakan KPU Papua ...
![Ahli: KPU Papua seharusnya tak tetapkan paslon diduga palsukan surat](https://img.antaranews.com/cache/1200x800/2025/02/10/1000031815.jpg)
Jakarta (ANTARA) - Mantan Ketua Bawaslu dan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI Muhammad Alhamid mengatakan KPU Papua seharusnya tidak menetapkan pasangan calon (paslon) kepala daerah yang diduga memalsukan surat keterangan dari pengadilan.
Muhammad dalam sidang pembuktian sengketa Pilkada Papua 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin menyampaikan hal itu untuk menelaah pencalonan wakil gubernur Papua nomor urut 1 Yermias Bisai yang diduga menggunakan surat palsu untuk syarat pendaftaran.
“Seharusnya, sewajibnya, idealnya KPU Papua menetapkan paslon nomor urut 1 tersebut tidak memenuhi syarat dan tidak ditetapkan sebagai peserta pemilihan. Namun sayangnya, KPU tidak melakukan hal tersebut,” kata Muhammad selaku ahli dari pihak pemohon, pasangan calon nomor urut 2 Matius Fakhiri dan Aryoko Rumaropen.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024 tentang pencalonan kepala daerah telah mengatur bahwa pemenuhan syarat persoalan bagi kepala daerah merupakan hal penting dan mendasar.
Syarat personal tersebut, menurut Muhammad, menyangkut integritas, kredibilitas, dan akuntabilitas calon pemimpin. Maka dari itu, setiap calon wajib memenuhi secara lengkap dan valid setiap persyaratan, termasuk syarat tidak pernah dipidana dan tidak sedang dicabut hak pilihnya.
Menurut dia, KPU Papua seharusnya tegas ketika mengetahui terdapat calon wakil gubernur yang menggunakan dua surat keterangan yang seolah-olah dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Jayapura, yakni surat tidak sedang dicabut hak pilihnya dan surat tidak pernah sebagai terpidana
Oleh karena itu, Muhammad menyayangkan keputusan KPU Papua untuk tetap menetapkan Yermias Bisai sebagai calon wakil gubernur Papua nomor urut 1 yang berpasangan dengan Benhur Tomi Mano.
Sementara itu, mantan Hakim Konstitusi Aswanto yang juga dihadirkan sebagai ahli oleh pemohon mengatakan, tindakan KPU meloloskan calon yang diduga menggunakan surat keterangan palsu dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pemilu, pidana umum, dan pelanggaran etik.
“Pilkada tidak bisa dianggap berhasil hanya karena telah menghasilkan pemenang, jika prosesnya melanggar hukum,” ucap Aswanto.
Dalam perkara Nomor 304/PHPU.GUB-XXIII/2025 ini, Matius-Aryoko mendalilkan Yermias menggunakan dua surat keterangan palsu dari Pengadilan Negeri Jayapura. Akan tetapi, KPU Papua tetap meloloskan pencalonan Yermias pada tanggal 15 Agustus 2024.
Menurut Matius-Aryoko, Ketua PN Jayapura telah menjelaskan bahwa pengajuan surat keterangan tidak sedang dicabut hak pilihnya dan tidak pernah dipidana Yermias tidak dapat ditindaklanjuti karena alamat domisilinya di luar wilayah hukum PN Jayapura.
Surat yang dikeluarkan PN Jayapura tersebut ternyata bukan atas nama Yermias, melainkan Samuel Fritsko Jenggu untuk pencalonan anggota DPR Provinsi Papua. KPU Papua disebut telah mengetahui hal itu karena komisioner telah mengklarifikasi kebenaran surat kepada Samuel.
Yermias kemudian mengganti surat keterangannya setelah membuat kartu keluarga baru yang domisilinya sesuai wilayah hukum PN Jayapura. Surat keterangan baru itu dikeluarkan tanggal 19 September 2024, sementara masa perbaikan kelengkapan berkas berakhir pada 8 September.
Berdasarkan dalil itu, Matius-Aryoko di antaranya meminta MK membatalkan Keputusan KPU Provinsi Papua Nomor 250 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pilgub Papua, sepanjang perolehan suara pasangan Benhur-Yermias. Matius-Aryoko juga meminta MK mendiskualifikasi pasangan Benhur-Yermias.
Baca juga:
Baca juga:
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025