Akuisisi Bank Victoria Syariah oleh BTN, Peluang dan Tantangan Bagi Industri Syariah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) resmi memulai langkah strategis untuk memperkuat sektor perbankan syariah dengan mengakuisisi PT Bank Victoria Syariah (BVIS). Penandatanganan perjanjian jual beli...

Akuisisi Bank Victoria Syariah oleh BTN, Peluang dan Tantangan Bagi Industri Syariah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) resmi memulai langkah strategis untuk memperkuat sektor perbankan syariah dengan mengakuisisi PT Bank Victoria Syariah (BVIS). Penandatanganan perjanjian jual beli bersyarat (Conditional Sales Purchase Agreement/CSPA) antara BTN dan pemegang saham BVIS pada 15 Januari 2025 menjadi tonggak penting dalam upaya BTN melakukan spin-off Unit Usaha Syariah (UUS).

Langkah ini mendapatkan perhatian luas, terutama dari para pemangku kepentingan di industri perbankan syariah. Direktur Infrastruktur Ekonomi Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Sutan Emir Hidayat, menyampaikan optimismenya terhadap dampak positif akuisisi ini.

“Seperti yang juga diharapkan OJK, kehadiran hasil spin-off bisa bahu membahu bersama PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) dalam mengakselerasi pertumbuhan industri perbankan dan keuangan syariah di tanah air,” ujarnya kepada Republika, Selasa (21/1/2025).

Emir juga berharap, langkah BTN dapat menjadi contoh bagi bank syariah lain yang memenuhi kriteria spin-off. Dengan semakin banyak unit usaha syariah yang berubah menjadi Bank Umum Syariah (BUS), peluang pertumbuhan industri perbankan syariah semakin terbuka.

“Pada akhirnya masyarakat yang diuntungkan karena mendapatkan banyak pilihan untuk menikmati jasa dan produk keuangan syariah yang mumpuni dan dapat diandalkan untuk pemenuhan kebutuhan finansial sehari-hari,” katanya.

Namun, Emir juga mencatat beberapa tantangan yang perlu diatasi. Pangsa pasar perbankan syariah masih jauh tertinggal dibandingkan dengan perbankan konvensional. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per November 2024 menunjukkan, aset industri perbankan syariah hanya mencapai Rp 935,4 triliun atau sekitar 7,45 persen dari total aset perbankan nasional sebesar Rp 12.555,7 triliun.

“Market share ini belum ideal dan perlu ditingkatkan, baik secara organik maupun anorganik melalui affirmative policy,” ungkap Emir.

Di sisi lain, Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono memberikan pandangan kritis terhadap akuisisi ini. Menurutnya, langkah BTN tidak memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan pangsa pasar atau persaingan industri perbankan syariah.

“Momentum spin-off UUS BTN seharusnya mampu memberikan dampak positif bagi peningkatan market share dan persaingan industri perbankan syariah. Namun, dengan BTN mengakuisisi Bank Victoria Syariah, tidak satu pun dari dua tujuan tersebut yang akan tercapai,” ujarnya kepada Republika.

Yusuf menjelaskan, penggabungan BTN Syariah dan BVIS hanya mengonsolidasikan aset tanpa memberikan tambahan signifikan pada pangsa pasar. Ia juga menilai aset gabungan kedua bank tersebut, yang diperkirakan mencapai Rp 61,5 triliun, masih jauh dari cukup untuk bersaing dengan Bank Syariah Indonesia (BSI) yang memiliki aset Rp 371 triliun.

“Dengan market share gabungan hanya sekitar 7 persen, bank baru ini tidak akan mampu menjadi pesaing kredibel BSI yang menguasai 42 persen pangsa pasar,” tegasnya.

Yusuf juga menyoroti minimnya arahan strategis dari pemerintah dan dalam proses spin-off ini. Ia menawarkan beberapa alternatif, seperti mengonversi BTN menjadi bank syariah induk atau mengakuisisi bank konvensional besar untuk menciptakan bank syariah yang lebih kompetitif.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah (PEBS) Universitas Indonesia, Rahmatina Awaliah Kasri menilai, meski ada tantangan operasionalisasi akuisisi, langkah ini cukup strategis.

“BTN Syariah punya keunggulan tersendiri, yaitu sektor perumahan, sehingga berpotensi mengungguli BSI di sektor ini. Namun secara keseluruhan, rasanya dalam jangka pendek BSI masih sulit disaingi,” katanya kepada Republika.

 

Loading...