AMAN Kecam Penggusuran Masyarakat Adat di Sikka

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengecam PT Kristus Raja Maumere atau Krisrama yang menggusur masyarakat adat di Kabupaten Sikka.

AMAN Kecam Penggusuran Masyarakat Adat di Sikka

TEMPO.CO, Jakarta - PT Kristus Raja Maumere atau Krisrama, sebuah perseroan milik Keuskupan Maumere, melakukan penggusuran terhadap 120 rumah dan tanaman milik masyarakat adat Suku Soge Natarmage dan Goban Runut-Tana Ai di Nangahale, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT). Aksi penggusuran ini terjadi pada Rabu, 22 Januari 2025.

Ketua Pelaksana Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Nusa Bunga Maximilianus Herson Loi mengecam aksi penggusuran oleh PT Krisrama ini. Apalagi, pengelola PT Krisrama adalah kaum Klerus, sebutan untuk mereka yang telah ditahbiskan untuk menjalankan pelayanan Kristus.

“Klerus jangan datang menggusur rumah dan tanaman milik umat. Seharusnya Klerus tampil sebagai pelindung umatnya dari ancaman penggusuran dan kriminalisasi,” ucap Herson Loi di Maumere dalam keterangan resminya yang diterima Tempo, Jumat, 24 Januari 2025.

Dari informasi lapangan, Herson menyebut sejumlah ekskavator dikerahkan untuk menghancurkan rumah dan kebun warga. Tanaman yang hancur di antaranya padi, jagung, pisang, dan jambu mete. Bahkan seorang warga terluka karena tertimpa material bangunan yang digusur paksa.

Akibatnya, Herson menyebut sejauh ini terkonfirmasi 120 unit rumah dan ratusan tanaman milik masyarakat adat di Nangahale telah tergusur. Sekitar 200 orang warga kehilangan tempat tinggal dan terpaksa membangun tenda di sekitar bekas reruntuhan rumah mereka untuk bermalam.

Aksi penggusuran berlangsung dengan pengawalan ketat oleh aparat polisi, TNI dan Satpol PP Kabupaten Sikka. Herson menambahkan, ada sekelompok orang diduga preman berikat kepala merah putih turut mengawal penggusuran ini. Ia mempertanyakan sikap Polres Sikka yang justru membiarkan penggusuran terjadi.

Herson menilai aksi penggusuran di Nangahale tak mencerminkan jati diri kaum Klerus. Menurut dia, perseroan seharusnya mengedepankan dialog yang bermartabat dengan prinsip cinta kasih.

Karena itu, Herson mengatakan, AMAN Wilayah Nusa Bunga mendesak PT Krisrama segera menghentikan penggusuran rumah dan tanaman milik Suku Soge dan Goban Runut di Nangahale.

Konflik berawal dari pembaruan hak guna usaha (HGU) PT Krisrama di Nangahale, Kabupaten Sikka. HGU itu tercatat dalam SK HGU Nomor 01/BPN.53/7/2023 tentang Pembaharuan HGU PT Krisrama di Nangahale Kabupaten Sikka.

Tapi Herson menilai pembaruan HGU ini cacat administratif. Pasalnya, wilayah yang diklaim oleh perusahaan merupakan wilayah adat yang diwariskan dan ditempati secara turun-temurun oleh warga.

Karena itu, Herson menilai HGU ini telah melanggar konstitusionalitas masyarakat adat Nanghale. “Kami menilai penerbitan SK HGU tersebut cacat administratif,  karena itu harus dibatalkan,” ujarnya.

Berdasarkan hal tersebut AMAN menyatakan bahwa:

  1. Mengecam keras tindakan penggusuran, perusakan, dan kekerasan yang dilakukan PT. Krisrama.
  2. Mendesak pemerintah pusat dan daerah, khususnya Pemkab Sikka, Polres Sikka, dan Kodim Sikka, untuk segera menghentikan penggusuran dan memberikan perlindungan kepada Masyarakat Adat Suku Goban Runut dan Suku Soge Natarmage. 
  3. Menuntut kepada Kementerian ATR/BPN, untuk membatalkan Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Provinsi NTT tanggal 20 Juli 2023, Nomor 01/BPN.53/7/2023 tentang pemberian HGU pada PT. Krisrama.
  4. Meminta aparat penegak hukum untuk segera mengusut dan menindak tegas semua pihak yang terlibat dalam aksi kekerasan dan penggusuran ini.
  5. Mendorong penyelesaian konflik tanah secara adil dan bermartabat melalui pengakuan hak-hak Masyarakat Adat yang telah mendiami tanah tersebut secara turun-temurun.
  6. Menyerukan solidaritas kepada seluruh elemen masyarakat dan organisasi masyarakat sipil untuk bersama-sama memperjuangkan keadilan bagi Masyarakat Adat di Nangahale.

PT Krisrama Buka Suara

Ketika dikonfirmasi Tempo, Direktur Pelaksana PT Krisrama Romo Robertus Yan Faroka mengatakan PT Krisrama telah mengajukan pembaruan HGU kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pada November 2010.

Tapi proses ini berlarut lantaran tanah yang disebutnya sebagai perkebunan kelapa itu dianggap terindikasi terlantar. Pasalnya, ujar dia, ada pemukiman warga dan sekolah berdiri di sana.

Robertus mengklaim bahwa penduduk di sana adalah warga pendatang ketika gempa dan tsunami melanda Sikka pada 1992. Pemerintah saat itu mengalokasikan 29 hektare lokasi perkebunan kelapa sebagai pemukiman warga korban tsunami “Dari Pulau Babi dan sekitarnya,” ujarnya kepada Tempo, Jumat, 24 Januari 2025.

Belakangan, status terindikasi terlantar dicabut kemudian PT Krisrama diminta mengurus dokumen pembaharuan HGU. Setelah pembaruan HGU dikabulkan, PT Krisrama menyerahkan kembali tanah 543 hektare dari total luas 868 hektare kepada negara. Artinya perseroan hanya mengelola 325 hektare. Hak pengelolaan diperoleh dari Kantor Wilayah BPN Provinsi NTT pada 28 Agustus 2023.

Selama delapan tahun proses pengajuan, Robertus mengklaim ada orang-orang tertentu yang menyerobot dan mengokupasi tanah HGU. Mereka mendirikan pondok-pondok beratap seng ukuran 2x2 meter. “Baru satu-dua tahun terakhir ini ada yang coba-coba mendirikan rumah tembok ketika mendengar permohonan pembaharuan HGU PT Krisrama dikabulkan ATR/BPN,” tuturnya.

Ihwal dugaan penggusuran, yang ia sebut pembersihan, Robertus mengklaim telah melalui prosedur yang berlaku. Proses itu dimulai dari pengumuman gereja, pengumuman pemerintah daerah, pendekatan orang perorang, hingga somasi hukum.

Robertus juga mengklaim, sejumlah besar warga sudah mengindahkan himbauan perseroan melalui mimbar gereja dan pendekatan persuasif. Mereka, ujar dia, secara sukarela mengosongkan pondok-pondok mereka.