BPIP: Megawati lakukan diplomasi Pancasila lindungi hak anak
Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri Darmansjah Djumala menilai ...
Jakarta (ANTARA) - Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri Darmansjah Djumala menilai partisipasi Presiden Kelima RI sekaligus Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri dalam Konferensi Tingkat Tinggi Pemimpin Dunia untuk Hak-hak Anak di Vatikan sebagai langkah diplomasi Pancasila untuk melindungi hak anak di dunia.
“Pancasila yang bersifat universal bisa dijadikan pedoman nilai bagi dunia dalam melindungi dan memenuhi hak-hak anak. Dengan telah diakuinya Pancasila sebagai Memory of the World oleh UNESCO-PBB, Indonesia bisa memberi inspirasi bagi dunia dalam perlindungan hak anak berdasarkan nilai inti Pancasila, yaitu gotong royong, toleransi dan kemanusiaan," kata Djumala dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Adapun konferensi dihadiri tokoh-tokoh dunia yang memiliki perhatian dan keprihatinan terhadap perlindungan dan pemenuhan hak anak sedunia.
Difasilitasi oleh Paus Fransiskus, konferensi dihadiri antara lain oleh Ratu Rania dari Yordania dan mantan Wakil Presiden Amerika Serikat Al Gore.
Selain itu Djumala yang pernah menjabat sebagai Duta Besar untuk Austria dan PBB di Wina mengungkapkan bahwa hak anak sudah merupakan masalah dunia.
Menurutnya, di berbagai belahan dunia jutaan anak kehilangan hak-haknya akibat konflik bersenjata, perdagangan manusia, hingga kekerasan di dalam keluarga.
Lebih dari 40 juta anak saat ini terpaksa mengungsi akibat konflik bersenjata. Sementara sekitar 100 juta anak kehilangan tempat tinggal.
Kemudian sekitar 160 juta anak menjadi korban kerja paksa, perdagangan manusia, kekerasan, dan eksploitasi, termasuk dalam pernikahan paksa.
Selama konferensi, terungkap pula bahwa sekitar 150 juta anak di dunia tidak memiliki identitas hukum sehingga mereka tidak bisa mengakses pendidikan, layanan kesehatan, serta rentan diperjualbelikan.
Dalam konteks itu, Megawati menyerukan perlunya kolaborasi lintas negara untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi anak-anak di seluruh dunia.
Djumala menilai keikutsertaan Megawati tepat waktu. Sebab, dunia kini seperti kehilangan nilai dalam melaksanakan diplomasi dan hubungan antar-negara.
Kebijakan luar negeri suatu negara lebih sering terekspose sebagai pelaksanaan diplomasi “cash and carry”, pragmatis dan berdasar kalkulasi untung rugi.
Padahal, sambung Djumala, hubungan antar negara juga dipandu oleh nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
“Hubungan antar negara itu tidak selamanya didasarkan pada hitungan untuk rugi jangka pendek. Setiap negara punya kewajiban sosial kemanusiaan untuk saling kerjasama dalam mengatasi masalah hak anak”, ujarnya.
Partisipasi Megawati di konferensi itu juga dinilai tepat waktu karena PBB melalui UNESCO pada Mei 2023 menganugerahkan status Memory of the World bagi pidato Pancasila Bung Karno berjudul “To Build the World Anew” di Sidang Umum PBB, New York, pada 30 September 1960.
Dengan penganugerahan itu sejatinya nilai Pancasila sudah diakui dunia sebagai nilai-nilai universal yang selaras dengan nilai-nilai kebajikan semua negara di dunia.
Pancasila bisa digunakan sebagai instrumen diplomasi, yaitu diplomasi Pancasila.
“Diplomasi Pancasila adalah upaya Indonesia menyemaikan adab gotong-royong (kerjasama), musyawarah (dialog) dan toleransi (saling menghargai) sebagai inspirasi di dunia dalam menyelesaikan berbagai masalah global, termasuk dalam upaya melindungi dan memenuhi hak anak sedunia”, pungkas Djumala.
Baca juga:
Baca juga:
Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025