LPEM FEB UI proyeksi ekonomi tumbuh 5-5,1 persen yoy pada 2025
Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) ...
Sejauh ini, belum terlihat adanya perencanaan yang konkret oleh pemerintahan baru dalam mengatasi masalah produktivitas
Jakarta (ANTARA) - Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5-5,1 persen year on year (yoy) pada tahun ini.
“Memasuki tahun 2025, tekanan eksternal diprediksi akan meningkat… Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia di FY2025 (full year 2025) diperkirakan masih akan dalam kondisi normalnya seperti saat ini, dan tumbuh sebesar 5 persen hingga 5,1 persen,” ujar Teuku Riefky di Jakarta, Rabu.
Ia menyatakan bahwa tekanan eksternal tersebut salah satunya adalah potensi naiknya harga impor secara keseluruhan yang dipicu oleh perang dagang yang dilakukan oleh Amerika Serikat serta ketidakpastian berlanjutnya era pelonggaran moneter oleh bank sentral Amerika Serikat, The Fed.
Selain itu, ia menuturkan bahwa terdapat juga risiko terjadinya arus modal keluar dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, akibat meningkatnya ketidakpastian global dan ketegangan geopolitik.
Riefky mengatakan bahwa berbagai faktor eksternal tersebut membuat tekanan terhadap rupiah akan terus berlanjut, terbukti dari rupiah yang melanjutkan tren penurunannya pada minggu-minggu awal 2025.
“Pada minggu-minggu awal tahun 2025, rupiah melanjutkan tren penurunannya, didorong oleh revisi ekspektasi pasar bahwa The Fed hanya akan memangkas suku bunga sebanyak dua kali pada tahun 2025, berubah dari perkiraan sebelumnya sebanyak empat kali,” katanya.
Di samping faktor eksternal, ia menyampaikan bahwa perekonomian Indonesia juga menghadapi tantangan dari sejumlah faktor internal, seperti pertumbuhan ekonomi yang cenderung stagnan selama lebih dari satu dekade, penurunan produktivitas, dan belum teridentifikasinya sumber pertumbuhan ekonomi baru.
“Sejauh ini, belum terlihat adanya perencanaan yang konkret oleh pemerintahan baru dalam mengatasi masalah produktivitas dan Indonesia mungkin harus terus bergantung pada faktor musiman untuk mendorong pertumbuhan ekonominya,” ucap Riefky.
Ia menuturkan bahwa meskipun pada 100 hari pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto terdapat catatan positif terkait Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) di bidang pendidikan dan kesehatan, tapi PHTC tersebut belum secara spesifik tertuju terhadap isu produktivitas dan masalah struktural yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan.
“Tanpa strategi mitigasi yang tepat untuk menahan risiko eksternal dan reformasi ekonomi struktural yang konkret, ekonomi Indonesia mungkin tidak dapat tumbuh secara konsisten sebesar 5 persen atau lebih, apalagi untuk mencapai target 8 persen,” imbuhnya.
Baca juga:
Baca juga:
Baca juga:
Pewarta: Uyu Septiyati Liman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2025