Guru Indonesia Jalin Ikatan dengan China Lewat Program Pendidikan
Sebelum kembali ke Tanah Air untuk liburan musim dingin, sekelompok guru Indonesia, yang sedang menempuh pendidikan ...
Tianjin (ANTARA) - Sebelum kembali ke Tanah Air untuk liburan musim dingin, sekelompok guru Indonesia, yang sedang menempuh pendidikan pascasarjana selama dua tahun di Universitas Tianjin sejak September 2024, menciptakan sebuah lagu yang dibuat dengan menggunakan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dalam bahasa Mandarin.
Lagu ini mengungkapkan rasa terima kasih yang tulus dan perasaan campur aduk mereka tentang perpisahan.
Mereka merupakan angkatan pertama dari Program Magister Pendidikan Bahasa Mandarin Internasional untuk Guru Sekolah Trilingual Indonesia (International Chinese Education Master's Program for Indonesian Trilingual School Teachers).
Sebagai bagian dari tugas kelas untuk mengeksplorasi peran AI dalam pendidikan, proyek ini menyoroti pendekatan inovatif program tersebut terhadap proses pembelajaran. "Hal ini memungkinkan kami untuk mengekspresikan aspirasi dan impian bersama," ungkap Suviana, seorang guru Indonesia keturunan Tionghoa sekaligus salah satu pencipta lagu tersebut.
Program magister yang diluncurkan pada Desember 2023 ini merupakan inisiatif kolaboratif antara Kementerian Pendidikan China, Universitas Tianjin, dan Asosiasi Sekolah Trilingual Indonesia.
Program ini bertujuan untuk melatih guru-guru bahasa Mandarin di Indonesia dan membekali mereka dengan keterampilan tingkat lanjut guna meningkatkan pendidikan bahasa Mandarin di negara asal mereka.
Pada 2024, batch pertama yang terdiri dari 39 guru asal Indonesia mulai menempuh perjalanan akademis mereka selama dua tahun di Tianjin, China utara. "Kami bukan hanya guru, melainkan juga duta budaya," kata Saifus Somad, salah satu guru dari Indonesia.
Bagi Suviana, bahasa Mandarin selalu lebih dari sekadar mata pelajaran, bahasa Mandarin merupakan kunci untuk memahami warisan budayanya. "Mempelajari bahasa adalah langkah pertama untuk memahami sebuah budaya," ujarnya.
Setelah bertahun-tahun mengajar bahasa Mandarin di Jakarta, dia menyaksikan bagaimana bahasa ini dapat membuka banyak peluang bagi para pelajar dari berbagai latar belakang.
Seiring dengan kemajuan yang mendalam dari Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra, Suviana menyadari bahwa semakin banyak keluarga di Indonesia yang mulai menghargai pentingnya pembelajaran bahasa Mandarin.
"Bukan hanya keluarga warga Indonesia keturunan Tionghoa. Orang tua dari komunitas lain juga belajar bahasa Mandarin bersama anak-anak mereka. Mereka memandangnya sebagai keterampilan yang dapat mengubah masa depan mereka," sebut Suviana.
"Belajar bahasa Mandarin di sekolah menengah membuat saya lebih mengapresiasi budaya China-Indonesia dan membantu mendobrak batasan-batasan," kata Saifus Somad, salah satu dari sedikit murid yang bukan warga Indonesia keturunan Tionghoa dalam program tersebut.
Sebagai seorang guru bahasa Mandarin dari Jawa Timur, Saifus Somad yakin bahwa bahasa itu merupakan jembatan untuk menumbuhkan pemahaman dan keharmonisan. "Belajar bahasa Mandarin memberikan lebih banyak kesempatan bagi generasi muda Indonesia dan membantu mereka terhubung dengan budaya China," paparnya.
Selama berada di Tianjin, mereka merasakan langsung kekayaan budaya China. Mereka menciptakan lagu menggunakan alat AI, mempelajari puisi klasik, berlatih kaligrafi, dan bahkan menampilkan versi A Dream of Red Mansions yang dipengaruhi oleh budaya Indonesia di sebuah acara universitas.
"Pengalaman-pengalaman ini telah memperdalam pemahaman saya tentang budaya China," ujar Suviana. "Ketika kami mempelajari puisi klasik, kami sangat tersentuh oleh bait-bait tersebut, 'Sepucuk surat dari rumah lebih berharga daripada seribu keping emas' (A letter from home is worth a thousand pieces of gold). Banyak dari kami yang meneteskan air mata karena kami dapat merasakan kerinduan yang begitu kuat.
Saifus Somad dan teman-teman sekelasnya berencana untuk merekam lagu yang diciptakan oleh AI ini dan membawanya ke sejumlah kelas bahasa Mandarin di Indonesia di masa depan, sehingga lebih banyak murid yang dapat merasakan kesenangan belajar bahasa dan pesona budaya.
Program ini merupakan bagian dari misi Universitas Tianjin yang lebih luas untuk mempromosikan pendidikan internasional dan pertukaran budaya. Melalui kerja sama dengan negara-negara ASEAN dan penciptaan platform untuk pembelajaran bersama, universitas ini membantu membangun hubungan yang lebih kuat antara China dan negara-negara tetangganya.
Bagi Suviana dan teman-teman sekelasnya, program ini telah mengubah hidup mereka. "Pengalaman ini semakin memperkuat tujuan hidup saya. Saya berharap lebih banyak guru Indonesia yang dapat mengikuti jejak kami, datang ke China, belajar di Universitas Tianjin, dan menjadi jembatan antara kedua negara," tutur Suviana.
Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2025