Pakar UGM Kritik Tukin Dosen: Alokasi Anggaran Didikte Negosiasi Politik
Pakar UGM Kritik Tukin Dosen: Alokasi Anggaran Didikte Negosiasi Politik. ????Aliansi Dosen Kemendiktisaintek Seluruh Indonesia (ADAKSI) baru-baru ini menggelar aksi simbolik dengan mengirimkan karangan bunga ke Kantor Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp
Yogyakarta – Aliansi Dosen Kemendiktisaintek Seluruh Indonesia (ADAKSI) baru-baru ini menggelar aksi simbolik dengan mengirimkan karangan bunga ke Kantor Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek). Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap ketidakjelasan realisasi Tunjangan Kinerja (Tukin) dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dijanjikan sejak 2020 namun belum terealisasi hingga kini.
Para dosen ASN di Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi menuntut agar kementerian segera memberikan kejelasan terkait tunjangan kinerja tersebut. Mereka juga mendesak kementerian untuk menyusun aturan baru mengenai tunjangan kinerja.
Guru Besar bidang Manajemen Kebijakan Publik dari Fisipol UGM, Prof. Dr. Wahyudi Kumorotomo, M.P.P., menilai bahwa keprihatinan yang ditunjukkan oleh ADAKSI mencerminkan kekhawatiran yang lebih luas, tidak hanya dari kalangan dosen dan guru, tetapi juga dari para perumus kebijakan pendidikan bangsa saat ini. “Kita menyayangkan perhatian pemerintah dan perumus kebijakan justru semakin luntur. Pendidikan yang menentukan daya saing bangsa semakin tidak diperhatikan,” kata Wahyudi, Minggu (19/1/2025).
Wahyudi juga mengkritik langkah Kemendiktisaintek yang dinilainya membingungkan. Dalam Keputusan Menteri (Kepmen) Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 447/P/2024 telah dijelaskan rencana pemberian Tukin yang seharusnya sudah masuk dalam anggaran pemerintah. “Sangat aneh jika ternyata Kementerian ini justru mengatakan bahwa dananya dari APBN belum ada.
Sekarang ini prioritas pemerintah betul-betul sangat membingungkan. Rencana pemerintah untuk program MBG sudah mulai jalan, Kemenhut akan mau buka jutaan hektare lahan untuk pangan, sementara banyak menteri di kabinet yang mengeluhkan bahwa anggaran mereka masih kurang. Apakah semua alokasi anggaran harus dilakukan melalui ‘kuat-kuatan’ negosiasi?” paparnya.
Menurut Wahyudi, persoalan Tukin dosen ASN bermula dari perubahan Undang-Undang Pegawai Negeri Sipil (UU PNS) menjadi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) pada 2015. Perubahan ini berdampak pada postur anggaran bagi PNS dan PPPK. Selain itu, Undang-Undang Guru dan Dosen yang diterbitkan pada 2005 menyisakan proses sertifikasi dosen (serdos) yang belum selesai, terutama bagi dosen muda yang belum memenuhi syarat sertifikasi.
“Nah, mereka itu tidak mendapatkan tunjangan. Yang sudah punya sertifikasi dosen, mereka dapat. Yang belum serdos ini yang punya masalah, mereka menuntut,” jelasnya.
Dosen-dosen yang belum memiliki serdos telah mengajukan tuntutan agar mendapatkan Tukin sebagai pengganti tunjangan profesi. Namun, proses pengesahan Tukin tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama. Hal ini diperparah dengan perubahan struktur nomenklatur kementerian, dari Kemenristekdikti ke Kemendikbudristek hingga kini menjadi Kemendiktsaintek.
Wahyudi menilai bahwa pola alokasi anggaran yang kurang teratur di pemerintahan menjadi salah satu penyebab lambatnya realisasi Tukin dosen ASN. Ia mencontohkan negosiasi kenaikan tunjangan hakim yang melibatkan Presiden secara langsung.
“Jika tunjangan kinerja dosen ini belum terealisasi, aksi ADAKSI dan komunitas dosen serta guru akan terus disuarakan secara lantang. Saya melihat kondisi ini tidak sehat karena semua hal terkait pendanaan kementerian dan lembaga dasarnya adalah negosiasi politik, bukan berdasarkan kebutuhan objektif dari program di setiap kementerian,” pungkasnya. [aje]