Himsataki: Keadilan jadi elemen kunci penempatan pekerja migran
Pendiri Himpunan Pengusaha Jasa Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (Himsataki) Yunus M Yamani menilai keadilan adalah ...
Keadilan adalah elemen kunci membangun sistem yang sehat. Tanpa keadilan, tidak mungkin seorang pemimpin mampu membenahi apa yang menjadi tanggung jawabnya
Jakarta (ANTARA) - Pendiri Himpunan Pengusaha Jasa Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (Himsataki) Yunus M Yamani menilai keadilan adalah kunci suksesnya penempatan pekerja migran atau TKI.
"Keadilan adalah elemen kunci membangun sistem yang sehat. Tanpa keadilan, tidak mungkin seorang pemimpin mampu membenahi apa yang menjadi tanggung jawabnya," kata Yunus di Jakarta, Kamis.
Oleh karena itu program penempatan itu menjadi tanggung jawab yang harus diemban oleh semua pihak yang terlibat, mulai dari pemerintah, lembaga terkait, hingga masyarakat luas.
"Dengan langkah nyata dan komitmen bersama, kita bisa memastikan bahwa pekerja migran sebagai pahlawan devisa mendapatkan perlindungan yang layak dan sistem penempatan PMI menjadi lebih baik," katanya.
Baca juga:
Menyinggung pernyataan seorang pejabat berwenang bahwa saat ini sekitar 5-6 juta pekerja migran bekerja di luar prosedur (ilegal), Yunus mengatakan angka tersebut merupakan yang terbesar dalam dalam sejarah penempatan pekerja migran, jika angka itu benar.
Pertanyaan besarnya, kata dia, bagaimana mungkin pekerja sebanyak itu bisa berangkat. Siapa yang bertanggung jawab?
Yunus mengatakan jangan salahkan perusahaan penempatan yang sudah menempatkan sekitar 5 juta pekerja migran secara legal selama ini.
Dia meyakini tidak mungkin, oknum, calo, broker, tekong atau apapun namanya, bisa menempatkan sebanyak itu tanpa dibantu oknum petugas atau pejabat terkait.
Yunus menyatakan sistem penempatan yang buruk akan merugikan semua pihak, bahkan mereka yang telah bekerja dengan baik dan sesuai aturan.
Baca juga:
Oleh karena itu semua pihak yang terlibat dalam proses penempatan pekerja migran harus ikut bertanggung jawab, diantaranya pemerintah daerah harus lebih proaktif memberikan informasi kepada calon pekerja migran dan serius dalam mengawasi petugas di bawah naungannya. Pengawasan ketat terhadap praktik ilegal di wilayah masing-masing harus ditingkatkan.
Fasilitas medis untuk calon pekerja migran harus kredibel menjalankan tugasnya dan berintegritas. Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) dan Balai Latihan Kerja (BLK) harus memastikan bahwa calon pekerja migran memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan kerja.
Sementara Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) harus memastikan hanya calon yang benar-benar memenuhi standar yang dinyatakan lulus.
"Jika calon pekerja migran diluluskan tanpa pengujian yang ketat, risikonya akan dipulangkan oleh pengguna (user). LSP juga harus bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat ketidaksiapan pekerja," ucap Yunus.
Baca juga:
Pewarta: Erafzon Saptiyulda AS
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025