Kejagung Bocorkan Cara Tangkap Bos Sriwijaya Air Hendry Lie Usai Kabur ke Singapura

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap mantan bos Sriwijaya Air Hendry Lie (HL) di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Kota Tangerang, Banten pada Senin (18/11/2024) malam WIB. Penangkapan yang dilakukan oleh...

Kejagung Bocorkan Cara Tangkap Bos Sriwijaya Air Hendry Lie Usai Kabur ke Singapura

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap mantan bos Sriwijaya Air Hendry Lie (HL) di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Kota Tangerang, Banten pada Senin (18/11/2024) malam WIB. Penangkapan yang dilakukan oleh tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) terkait dengan status tersangka dalam kasus korupsi penambangan timah di lokasi izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk.

Hendry Lie diringkua setelah hampir delapan bulan dalam pelarian di Singapura. Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan, penangkapan terhadap Hendry itu berawal dari informasi dari otoritas Indonesia yang berada di Singapura.

Hendry, kata Qohar, pulang ke Indonesia dengan cara diam-diam tanpa pemberitahuan kepada penyidik Kejakgung. Padahal, sudah sejak April 2024, pascadiumumkan status hukumnya, tim penyidikån di Jampidsus sudah berkali-kali meminta dengan patut agar Hendry pulang untuk bisa diperiksa sebagai tersangka. 

"Baru pada hari ini lah (18/11/2024), kita lakukan penangkapan terhadap yang bersangkutan saat kembali ke Indonesia secara diam-diam. Secara diam-diam itu, dengan harapan, maksudnya untuk menghindari petugas," kata Qohar di Menara Kartika Kejagung, Jakarta Selatan, Senin.

Jampidsus sebetulnya sudah mengumumkan Hendry sebagai tersangka bersama adiknya Fandy Lingga (FL) sejak 15 April 2024. Fandy Lingga sudah dijebloskan ke sel tahanan sejak pengumuman tersangka ketika itu. Sedangkan Hendri tak langsung dijebloskan ke tahanan.

Bahkan tim penyidik Jampidsus tak bisa memeriksa Hendry sebagai tersangka setelah peningkatan status hukum tersebut. Tercatat baru sekali Hendry diperiksa terkait kasusnya pada 29 Februari 2024. Namun pemeriksaannya ketika itu masih berstatus saksi.

Setelah diumumkan tersangka pada 28 Maret 2024, Jampidsus Kejagung meminta otoritas imigrasi menerbitkan status cegah. Tetapi, Hendry sudah kabur dan diketahui keberadaannya di Singapura sejak 25 Maret 2024. Qohar mengatakan, dari informasi yang diketahui oleh tim penyidikannya selama ini, keberadaan Hendry di Singapura untuk berobat di Rumah Sakit Elizabeth.

Hanya saja, Qohar tak membeberkan Hendry mengalami penyakit apa selama pengobatannya di Singapura itu. Namun begitu, kata Qohar, tim penyidik Jampidsus bersama-sama intelijen kejaksaan serta atase kejaksaan di Singapura tetap mengawasi dan memonitor aktivitas Hendry selama di negeri itu.

Jampidsus pun sudah meminta otoritas imigrasi dan kedutaan Indonesia di Singapura untuk mencabut paspor milik Hendry setelah pengumuman tersangka. Penyidik juga meminta agar masa berlaku paspor Hendry yang berakhir pada 27 November 2024 tak diperpanjang. 

Pola tersebut efektif mengurangi gerak dan menggiring Hendry kembali ke Indonesia. "Jadi kepulangannya ke Indonesia itu, karena memang pasportnya berakhir pada November 2024 ini. Sehingga dia tidak mungkin untuk memperpanjang. Dan memilih untuk kembali pulang secara diam-diam," kata Qohar.

Selanjutnya tim penyidik Jampidsus, bersama-sama tim intelijen segera menunggu kedatangan Hendry dari Singapura di Bandara Soekarno-Hatta. Dan setibanya di Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta, kata Qohar, tim penyidik Jampidsus menangkap Hendry. 

"Selanjutnya Hendry Lie dibawa ke Kejaksaan Agung untuk diperiksa sebagai tersangka setelah dilakukan penangkapan di Terminal 2F Bandar Udara Soekarno-Hatta pada pukul 22:30 WIB," ucap Qohar. Pemeriksaan Hendry pascapenangkapan tersebut tak berlangsung lama.

Setelah dilakukan pemeriksaan, penyidik menjebloskan Hendry Lie ke Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel). Penahanan Hendry berlangsung selama 20 hari. 

Peran Hendry Lie 

Hendry dan adiknya merupakan satu paket tersangka dalam korupsi timah. Kedua abang-beradik itu adalah anggota keluarga pendiri sekaligus bos pemilik dari perusahaan maskapai penerbangan swasta Sriwijaya Air.

Namun, kasus korupsi timah yang menjerat Hendry terkait perannya di PT TIN. Qohar melanjutkan, Hendry menjadi tersangka selaku beneficiary owner dari PT TIN. Sementara Fandy yang sejak diumumkan tersangka April 2024, sudah mendekam di sel tahanan, merupakan manager marketing PT TIN. 

"Yang secara sadar dan sengaja berperan aktif melakukan kerja sama penyewaan peralatan prosesing peleburan timah antara PT Timah Tbk dengan PT TIN atas penerimaan bijih timah dari CV BPR dan CV SMS," kata Qohar.

CV BPR dan CV SMS ada di antara belasan perusahaan swasta boneka bentukan sejumlah tersangka dari PT Timah Tbk bersama-sama para tersangka lain dari kalangan swasta. Mereka menghimpun hasil penambangan timah ilegal di lokasi IUP Timah Tbk.

Atas peran maupun kegiatan yang dilakukan Hendry bersama-sama Fandy melalui keberadaan PT TIN itu, keduanya turut serta dengan para tersangka-tersangka lainnya dalam aktivitas penambangan ilegal di lokasi IUP PT Timah Tbk yang merugikan negara setotal Rp 300 triliun.

Dan dari dakwaan para terdakwa yang sudah diajukan ke persidangan terungkap aliran uang hasil korupsi Rp 30 triliun turut dinikmati oleh 11 klaster pihak penerima keuntungan ilegal. Termasuk di antaranya Hendry yang melalui perusahaannya, yakni PT TIN turut menikmati uang sebanyak Rp 1 triliun dari korupsi penambangan timah di lokasi IUP PT Timah Tbk tersebut.

Selain Hendry dan Fandy, beberapa nama pengusaha terkenal juga diseret ke pengadilan dalam kasus ini. Termasuk tersangka Harvey Moeis (HM) yang merupakan suami dari aktris Sandra Dewi, serta selebgram terkenal Helena Lim (HLM).

n Bambang Noroyono