Kementerian BUMN Terapkan Sistem Empat Hari Kerja Sepekan, Apa Itu Compressed Work Schedule?

Kementerian BUMN mengumumkan penerapan sistem empat hari kerja sepekan melalui program Compressed Work Schedule (CWS). Apa itu?

Kementerian BUMN Terapkan Sistem Empat Hari Kerja Sepekan, Apa Itu Compressed Work Schedule?

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Badan Usaha Milik Negara () telah mulai menerapkan sistem kerja empat hari dalam seminggu, yang disebut sebagai Compressed Work Schedule (CWS). Kebijakan ini diuji coba sejak pertengahan tahun lalu dan kini mulai diimplementasikan di lingkungan Kementerian BUMN. Meski demikian, sistem ini baru berlaku di kementerian, belum diterapkan di perusahaan BUMN.

“Belum (di BUMN), masih di ,” ujar Deputi Bidang Manajemen Sumber Daya Manusia, Teknologi, dan Informasi Kementerian BUMN, Tedi Bharata, pada Jumat, 24 Januari 2025. Menurutnya, sistem ini masih dalam tahap evaluasi untuk memastikan efektivitasnya sebelum diperluas ke seluruh perusahaan BUMN.

Tedi menjelaskan bahwa sistem kerja empat hari sepekan ini merupakan fasilitas yang diberikan kepada pegawai jika mereka telah memenuhi syarat jam kerja mingguan sebanyak 40 jam. Jika tidak, pegawai tetap menjalani lima hari kerja seperti biasa.

“Jadi bentuknya fasilitas, compressed work schedule. Kalau sudah 40 jam seminggu, pegawai boleh libur tiga hari. Tapi tetap perlu persetujuan,” kata dia.

Kebijakan ini didukung oleh Menteri BUMN , yang mengumumkan melalui akun Instagram pribadinya pada Maret 2024 bahwa sistem kerja empat hari sepekan ini memungkinkan pegawai menikmati libur pada hari Jumat sebanyak dua kali dalam sebulan. Selain itu, fasilitas seperti penitipan anak di kantor-kantor BUMN juga disediakan.

Erick menekankan pentingnya kebijakan ini untuk menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, terutama bagi generasi muda. Menurut Erick, 70 persen generasi muda menghadapi tantangan kesehatan mental, dan sistem ini diharapkan dapat membantu mengatasinya. “Ekonomi Indonesia akan menghadapi banyak tantangan pada 2024 hingga 2025, jadi penting untuk menjaga keseimbangan kerja dan kehidupan,” ujar Erick.

Pengamat BUMN, Toto Pranoto, melihat kebijakan ini sebagai langkah yang selaras dengan praktik kerja global. Ia menilai sistem kerja 40 jam seminggu dalam empat hari dapat meningkatkan produktivitas perusahaan, asalkan ada aturan jelas mengenai target kerja, jam kerja produktif, waktu istirahat, serta pengawasan kinerja.

Namun, tidak semua pihak sepakat. Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia), Mirah Sumirat, menilai bahwa bekerja 10 jam sehari selama empat hari bisa membuat pekerja kelelahan. “Kalau bisa, jam kerja dikurangi jadi di bawah 40 jam, misalnya 33 jam. Libur Jumat, Sabtu, Minggu akan lebih menguntungkan,” kata Mirah.

Ia mengingatkan bahwa ritme kerja yang terlalu padat dapat berdampak buruk pada kesehatan dalam jangka panjang, yang pada akhirnya merugikan perusahaan.

Pakar strategi manajemen Sumber Daya Manusia dari Universitas Indonesia (UI) Eko Sakapurnama menjelaskan bahwa Compressed Work Schedule dapat membantu karyawan mencapai keseimbangan kerja yang lebih baik. Namun, tantangan utamanya adalah memastikan karyawan mampu menyelesaikan pekerjaan dalam waktu yang lebih singkat tanpa menurunkan produktivitas.

“Ada empat kriteria yang harus diperhatikan: budaya dan komitmen kerja yang kuat, perancangan ulang sistem kerja, pengukuran kinerja yang terukur, serta kesiapan dan kematangan organisasi,” jelas Dr. Eko.

Sukma Kanthi Nurani berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

Pilihan Editor: