Pakar pertanian: Suntikan dana ke Bulog tingkatkan pendapatan petani
Pakar pertanian Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Totok Agung Dwi Haryanto menilai suntikan dana ...
Semangat ini 'kan memicu produktivitas yang naik karena mereka yakin kalaupun panennya banyak, sudah ada yang membeli
Purwokerto (ANTARA) - Pakar pertanian Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Totok Agung Dwi Haryanto menilai suntikan dana sebesar Rp16,6 triliun dari pemerintah kepada Perum Bulog untuk menyerap 3 juta ton beras pada periode Februari-April 2025 akan meningkatkan pendapatan petani.
"Baguslah kalau Bulog bisa berfungsi sebagai institusi yang menyerap gabah dan beras dari petani. Jadi ada jaminan bahwa hasil panen petani ada yang menampung dan ini (suntikan dana) membahagiakan bagi petani," kata Totok Agung Dwi Haryanto di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin.
Kendati demikian, dia mengatakan satu hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana harga pembelian gabah dan beras yang diberikan oleh Bulog itu bisa memberikan keuntungan bagi petani yang memanen.
Ia mengakui saat sekarang telah ada kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) yang menjadi acuan bagi Bulog untuk membeli gabah dan beras hasil panen petani, yakni menjadi sebesar Rp6.500 per kilogram untuk gabah kering panen di tingkat petani.
Kenaikan HPP tersebut tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Harga Pembelian Pemerintah dan Rafaksi Harga Gabah dan Beras, meskipun pada akhirnya aturan rafaksi gabah dicabut berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 14 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Harga Pembelian Pemerintah dan Rafaksi Harga Gabah dan Beras untuk melindungi petani.
"Kenaikan itu saya kira berita gembira juga bagi petani karena selama ini 'kan HPP sebelumnya dipandang terlalu rendah. Semoga saja kemanfaatannya sampai ke petani, bukan kepada tengkulak," katanya.
Seperti yang diketahui selama ini ketika petani panen, kata dia, banyak yang hasil panennya tidak sempat dibawa pulang karena sudah dibayar oleh tengkulak.
Jika hal itu yang terjadi, lanjut dia, harga yang diterima oleh petani masih juga merugikan petani dan keuntungan atas kenaikan HPP tersebut akan dinikmati oleh tengkulak.
"Oleh karena itu, mungkin di dalam pelaksanaan penyerapan gabah dan beras perlu adanya semacam pengawasan atau pendampingan, apakah dari Babinsa ataukah dari Dinas Pertanian terkait, agar kebijakan kenaikan HPP bisa dinikmati oleh petani," katanya.
Selain itu, dia mengharapkan program atau suntikan dana untuk Bulog tersebut bisa berkelanjutan, dalam arti tidak hanya saat-saat sekarang atau periode Februari-April yang merupakan masa panen musim tanam pertama.
Di sisi lain, kata dia, kebijakan tersebut juga akan membantu pemerintah dalam mengimplementasikan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) karena memang membutuhkan suplai bahan baku beras atau gabah yang cukup tinggi, sehingga program ini juga akan berdampak pada kesejahteraan petani yang menghasilkan bahan pangan.
"Dengan adanya harga yang layak dan petani diuntungkan, ini juga akan meningkatkan gairah dan semangat petani untuk berbudidaya yang lebih baik. Semangat ini 'kan memicu produktivitas yang naik karena mereka yakin kalaupun panennya banyak, sudah ada yang membeli," katanya.
Ia mengatakan kekhawatiran selama ini bahwa panen raya akan menyebabkan harga gabah turun, bisa ditepis dengan adanya kebijakan tersebut karena petani yakin sudah ada yang akan menampung dan penampungnya itu memang memiliki kebutuhan yang tinggi untuk mendukung Program MBG.
Ia melihat kenaikan HPP dan suntikan dana untuk Bulog merupakan bagian dari subsidi output atau keluaran yang bisa diterima oleh petani, sehingga lebih tepat sasaran dibandingkan subsidi input atau masukkan seperti subsidi benih, pupuk, dan sarana produksi lainnya.
Menurut dia, HPP yang sekarang sudah lebih baik daripada HPP periode-periode sebelumnya meskipun secara bertahap harus ada upaya menaikkannya dengan dibarengi upaya untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
"Nanti kalau HPP-nya terlalu tinggi dan lebih banyak menguntungkan petani, masyarakat ya dirugikan karena harga beras menjadi naik luar biasa, tidak terkendali. Oleh karena itu, perlu suatu solusi atau jalan tengah yang bijaksana," kata Totok.
Baca juga:
Baca juga:
Baca juga:
Baca juga:
Pewarta: Sumarwoto
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025