Pernyataan Hashim soal JETP Program Gagal Dikritik, Dinilai Tak Berdasarkan Data

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, mengatakan pernyataan bahwa program JETP gagal karena belum ada dana yang dikucurkan merupakan tudingan yang keliru dan tidak berdasarkan data.

Pernyataan Hashim soal JETP Program Gagal Dikritik, Dinilai Tak Berdasarkan Data

Institute for Essential Services Reform (IESR) mengkritik pernyataan Hashim  S. Djojohadikusumo yang menyatakan bahwa pembiayaan Just Energy Transition Partnership () merupakan program gagal karena tidak ada dana yang cair. Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, mengatakan pernyataan itu keliru dan tidak berdasarkan data.

Pada akhir 2022, Indonesia dijanjikan akan menerima pembiayaan hijau melalui JETP senilai US$ 20 miliar dari negara maju yang tergabung dalam International Partners Group (IPG). Inisiatif ini bertujuan untuk mempercepat transisi energi di sektor kelistrikan, meningkatkan bauran energi terbarukan di sistem kelistrikan dan mencapai puncak emisi sebesar 290 juta ton CO2 di 2030.

Fabby mengatakan, pendanaan JETP tidak diberikan dalam bentuk bantuan langsung tunai, melainkan melalui berbagai skema dari masing-masing negara IPG, antara lain hibah, bantuan teknis (technical assistance, TA), ekuitas, dan pembiayaan melalui kerjasama bilateral maupun multilateral, serta pembiayaan komersial pada proyek. 

Berdasarkan informasi yang dimiliki IESR, negara pendonor dalam International Partners Group (IPG) telah mengucurkan hibah dan bantuan teknis sebesar US$  230 juta untuk 44 program hingga Desember 2024. Sementara US$ 97 juta untuk 11 program masih dalam proses persetujuan.

Selain itu, IPG juga telah mengalokasikan US$ 1 miliar untuk investasi ekuitas (equity investment) dan pinjaman pada 8 proyek yang telah disetujui. Salah satunya adalah pembiayaan proyek PLTP Ijen sebesar US$ 126 juta dari International Development Finance Corporation (DFC), lembaga pendanaan milik pemerintah AS.

Tidak hanya itu, total pendanaan sebesar US$ 5,2-6,1 miliar yang dialokasikan untuk 19 proyek masih dalam proses persetujuan. Sementara, US$ 2 miliar diberikan dalam bentuk jaminan proyek (guarantee) yang berasal dari Pemerintah Inggris dan AS. Instrumen jaminan proyek sangat penting untuk menurunkan risiko proyek dan suku bunga pinjaman. 

Fabby mendesak pemerintah Indonesia untuk meningkatkan komitmen melakukan transisi energi mencapai net-zero emission 2060 atau lebih awal. Ia menekankan agar Pemerintah Indonesia tidak gamang atas keputusan Presiden AS, Donald Trump, keluar dari Persetujuan Paris, serta implikasi kebijakan “American First” di bidang energi terhadap JETP.

"Kesepakatan JETP tidak bersandar pada pemerintah Amerika Serikat semata, karena IPG terdiri dari banyak negara dan lembaga pendanaan internasional, yang tetap berkomitmen menyokong pendanaan transisi energi di Indonesia melalui inisiatif ini," ujarnya dikutip dari keterangan tertulis, Senin (3/2).

Fabby menilai seharusnya pemerintah memperkuat komitmennya untuk melaksanakan JETP pada era Presiden Prabowo melalui sejumlah tindakan Tindakan pertama yaitu melanjutkan Satgas Transisi Energi Nasional (TEN), yang sebelumnya dipimpin oleh Menteri Kooordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, sesuai dengan struktur kabinet baru untuk koordinasi implementasi percepatan transisi energi dan pelaksanaan JETP, ETM (Energy Transition Mechanism) dan sebagainya.

Kedua, mempercepat reformasi sejumlah kebijakan yang menjadi penghambat percepatan pengembangan energi terbarukan di Indonesia sebagaimana telah dipetakan dalam CIPP. 

Ketiga, melakukan penyelarasan target JETP yaitu target bauran energi terbarukan minimal 34 persen di 2030 dan puncak emisi 290 juta ton CO2 di 2030 dalam dokumen perencanaan energi seperti pada rancangan Kebijakan Energi Nasional (KEN), Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). 

Keempat, segera menuntaskan persetujuan pensiun dini PLTU Cirebon I dengan skema ETM, yang prosesnya sudah berlangsung selama tiga tahun. 

Dia mengatakan, transisi energi adalah prasyarat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan seperti yang diamanatkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. Transisi energi juga merupakan salah satu dari 13 Transformasi Super Prioritas yang harus dilakukan pemerintah.

"Di sisi lain, Presiden Prabowo menargetkan pertumbuhan ekonomi 8 persen, yang tentu memerlukan ketersediaan energi yang besar, khususnya berasal dari energi terbarukan, dan investasi pada infrastruktur energi terbarukan,” kata Fabby. 

Hashim Sebut JETP Program Gagal

Sebelumnya, Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim  Djojohadikusumo menilai Just Energy Transition Partnership (JETP) adalah program gagal, khususnya pendanaan dari AS. Dua tahun berjalan, belum ada satu pun dana yang dikucurkan oleh Pemerintah AS melalui program tersebut.

Hashim mengatakan program JETP sebesar US$ 20 miliar atau setara Rp 327 triliun yang sebelumnya dijanjikan pemerintahan AS, sudah pasti akan dihapus oleh pemerintahan Donald Trump. Dirinya mengatakan pernah bertemu dengan utusan khusus dari Presiden Amerika Serikat (AS) bernama John Podesta saat perhelatan Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa atau COP29 di Azerbaijan, pada akhir tahun lalu. Podesta pun bertanya mengenai kelanjutan program JETP.

Menurut Hashim, JETP merupakan program gagal karena tidak ada satu dolar pun yang dikucurkan oleh pemerintah AS.

"Banyak omon-omon ternyata. Hibah US$ 5 miliar dalam US$ 20 miliar itu ternyata gak ada," kata Hashim dalam acara ESG Sustainability Forum 2025 di Jakarta yang dipantau secara daring, Jumat (31/1).