Pakar: Pejabat imigrasi Soetta dicopot pascapungli kebijakan tepat
Guru Besar Ilmu Kebijakan Publik Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Prof. Dwiyanto Indiahono mengatakan bahwa ...
Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Ilmu Kebijakan Publik Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Prof. Dwiyanto Indiahono mengatakan bahwa kebijakan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) yang mencopot pejabat Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta) karena dugaan pungutan liar (pungli) sudah tepat.
“Kebijakan Kementerian Imipas yang mencopot pejabat imigrasi merupakan suatu kebijakan yang tepat sebagai wujud shock therapy (terapi syok) bagi pejabat dan pegawai di internal Kementerian Imipas agar tidak coba-coba lagi melakukan pungli,” kata Dwiyanto kepada ANTARA saat dihubungi via pesan singkat di Jakarta, Senin.
Selain menjadi pengingat, kebijakan tersebut juga dinilai penting untuk meningkatkan kembali kepercayaan publik kepada Kementerian Imipas. Kebijakan untuk mencopot pejabat berwenang itu turut menunjukkan respons cepat kementerian terhadap permasalahan yang menjadi perhatian publik.
“Pencopotan tersebut seharusnya sudah melalui berbagai investigasi mendalam dan teliti terhadap kasus pungli yang dilaporkan sehingga sanksi diterima oleh orang yang benar-benar melakukan kesalahan,” imbuh Dwiyanto.
Menurut dia, pungli di lingkungan birokrasi pemerintah setidaknya menunjukkan bahwa nilai dasar BerAKHLAK (Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif) belum dipahami dan diinternalisasi dengan baik oleh aparatur sipil negara (ASN).
“Nilai utama yang berorientasi pelayanan dan akuntabel seharusnya membentuk birokrat yang malu jika menerima apalagi meminta pungli. Jika ada yang mencoba memberi pungli, seharusnya birokrat itu marah karena itu adalah upaya mencederai muruah dia sebagai pegawai pemerintah,” katanya.
Oleh karena itu, dia menyarankan Kementerian Imipas untuk menginternalisasi nilai-nilai BerAKHLAK secara lebih masif. Internalisasi tersebut bukan hanya program, melainkan serangkaian penanaman nilai sebagai budaya dalam setiap kegiatan dan proses kerja institusi.
Di samping itu, menurut Dwiyanto, Kementerian Imipas perlu mengoptimalisasi sistem pengawasan dan pelaporan (whistle blower system) sehingga menjadi lebih kuat dan sederhana, agar setiap dugaan pungli dapat dilaporkan dan diperiksa dengan segera.
“Selain itu, kehadiran pemimpin yang berintegritas dan mampu memberi teladan dalam berintegritas merupakan kebutuhan setiap institusi yang ingin membersihkan institusinya dari pungli,” demikian Dwiyanto.
Sebelumnya, beredar surat resmi dari Kedutaan Besar (Kedubes) China tertuju kepada Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI mengenai kasus pemerasan terhadap warga negara (WN) China yang terjadi di bandara di Indonesia. Surat tersebut tertanda tanggal 21 Januari 2025.
Melalui surat itu, Kedubes China menjelaskan bahwa dengan bantuan Direktorat Konsuler Kemlu RI, pihaknya telah menjalin kontak dan berkoordinasi erat dengan Kantor Imigrasi Bandara Internasional Jakarta untuk menyelesaikan kasus pemerasan terhadap WN China tersebut.
Pihak Kedubes China juga menyebutkan bahwa mereka telah menyelesaikan sedikitnya 44 kasus pemerasan dengan total uang sekitar Rp32.750.000 yang dikembalikan kepada lebih dari 60 WN China.
Juru bicara Kemlu RI Rolliansyah Soemirat, Sabtu (1/2), mengatakan, Kemlu RI akan terus berkoordinasi dengan seluruh kementerian dan lembaga pemerintah terkait penyelesaian kasus pemerasan tersebut.
Sementara itu, Menteri Imipas Agus Andrianto menyebut pihaknya telah mencopot sekitar 30 pejabat imigrasi Bandara Internasional Soekarno-Hatta buntut dugaan pungli tersebut. Para pejabat yang dicopot juga diperiksa oleh internal Kementerian Imipas.
“Setelah kami terima semua datanya, langsung kami tarik semua (petugas, red.) yang ada di data dari penugasan di Soetta. Kami ganti," kata Agus dalam keterangan diterima pada Minggu (2/1).
Baca juga:
Baca juga:
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025