Pelaku Penyebar Deepfake AI Catut Wajah Presiden Prabowo Raup Untung Rp 65 Juta, Terungkap Modusnya
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap seorang berinisial JS atas dugaan tindak pidana penipuan dengan aplikasi Deepfake AI
![Pelaku Penyebar Deepfake AI Catut Wajah Presiden Prabowo Raup Untung Rp 65 Juta, Terungkap Modusnya](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/tersangka-berinisial-JS-25-di-Bareskrim-Polri-Jakarta-Selatan.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Polri menangkap seorang berinisial JS (25) atas dugaan tindak pidana penipuan dengan aplikasi Deepfake AI.
Dalam kasus ini, tersangka menyebarkan video deepfake mencatut wajah Presiden dan Menteri Keuangan .
“Hal ini dilakukan agar tampak seolah-olah mereka menyampaikan pernyataan bahwa pemerintah menawarkan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan,” ungkap Direktur Tindak Pidana Siber Polri di Polri, Jakarta Selatan, Jumat (7/2/2025).
JS mendapat video tersebut dengan cara mendownload unggahan dari akun instagram milik orang lain.
Tersangka mencari video dengan menggunakan kata kunci prabowo give away.
“Setelah mendapatkan video tersebut, tersangka kemudian mengunggahnya ke akun instagram @indoberbagi2025 dengan jumlah pengikut sebanyak 9.399,” jelas Direktur.
Baca juga:
Tersangka JS menggunakan modus operandi menyebarkan konten berupa video deepfake yang menampilkan pejabat negara dan sejumlah publik figur ternama di Indonesia.
Kemudian, video deepfake ditambahkan caption dan nomor telepon agar menarik masyarakat yang tertarik mendapatkan bantuan pendanaan.
Masyarakat yang tertarik harus membayar biaya administrasi untuk proses pencairan dana.
Padahal, program tersebut tidak pernah dikeluarkan pemerintah.
Kepada penyidik, tersangka JS mengaku melakukan hal itu sejak 2024 dan sudah menerima keuntungan Rp65 juta.
Baca juga:
Total korban dari perbuatan JS tersebut telah mencapai sekitar 100 orang.
“Para korban berasal dari 20 provinsi, dengan jumlah korban terbanyak berasal dari provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Papua,” ungkap Direktur.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 51 Ayat (1) Jo Pasal 35 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektornik. Dan Pasal 378 KUHPidana.