PPN di Indonesia Naik Jadi 12 Persen: Tertinggi di ASEAN, Kalahkan Pajak Singapura

Kenaikan Pajak PPN 12 persen implementasi dari  Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

PPN di Indonesia Naik Jadi 12 Persen: Tertinggi di ASEAN, Kalahkan Pajak Singapura

Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Per tanggal 1 Januari 2025, pemerintah Indonesia akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari sebelumnya dibanderol 11 persen, menjadi  12 persen .

Adapun kenaikan Pajak 12 persen implementasi dari  Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

PPN sendiri merupakan salah satu yang wajib dibayarkan masyarakat saat melakukan transaksi jual beli yang termasuk dalam objek BKP (Barang Kena Pajak) atau Jasa Kena Pajak (JKP).

Barang-barang yang terdampak kenaikan diantaranya benda elektronik, pakaian, tanah dan bangunan, perabot rumah tangga, makanan olahan yang diproduksi kemasan, serta kendaraan bermotor.

Baca juga:

Kemudian, dalam peraturan menteri keuangan (PMK) nomor 71/PMK.03/2022 disebutkan, jasa yang kena meliputi pengiriman paket, jasa perjalanan wisata, jasa penyelenggara perjalanan ibadah keagamaan, hingga penyelenggaraan penyediaan voucher. Selain itu, tiket pesawat domestik juga masuk dalam objek pertambahan nilai.

Dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan kenaikan menjadi 12 persen diberlakukan karena 3 alasan, yakni untuk menggenjot pendapatan negara, mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri serta untuk menyesuaikan standar internasional.

Namun sejumlah pakar ekonomi menilai kenaikan bisa menimbulkan efek domino, di sektor informal kebijakan ini berpotensi mengurangi kemampuan belanja masyarakat. 

Dampaknya prospek investasi di Indonesia yang bisa jadi memburuk. Pada akhirnya, target pertumbuhan ekonomi akan sulit tercapai.

Selain itu dampak dari kenaikan juga dapat memicu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal. 

Jika permintaan turun, alhasil perusahaan pendapatan perusahaan bakal menurun drastis, untuk menekan kerugian akibat permintaan yang menurun para perusahaan besar kemungkinan besar bakal melakukan PHK.

Adapun kenaikan jadi kali kedua yang pernah dialami Indonesia, sebelum tahun 2022, di Indonesia awalnya dipatok 10 persen. 

Tarif ini tak berubah dari tahun 1983 tepatnya zaman Orde Baru hingga akhirnya di era pemerintahan Presiden Joko Widodo, tarif kemudian naik menjadi 11 persen pada 1 April 2022.

Berikutnya per 1 Januari 2025 atau di masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, akan kembali naik menjadi 12 persen.