Psikolog Minta Anak Dibekali Keterampilan Digital Gunakan Media Sosial
Membekali keterampilan literasi digital dalam penggunaan media sosial dapat membantu meningkatkan kesadaran jejak digital pada anak.
TEMPO.CO, Jakarta - Psikolog klinis dewasa Teresa Indira Andani mengatakan pada era digital saat ini, tak bisa dipungkiri media sosial telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, termasuk pada anak-anak dan remaja. Hal ini juga berdampak pada penggunaan untuk kebutuhan tugas sekolah, terutama bentuk unggahan video edukasi.
Lulusan Universitas Indonesia itu menjelaskan membekali keterampilan dalam penggunaan media sosial dapat membantu meningkatkan kesadaran jejak digital pada anak sejak dini.
“Jika media sosial digunakan untuk tugas sekolah, terutama dalam bentuk unggahan video edukasi di platform seperti YouTube atau Instagram, orang tua tetap perlu berperan aktif dalam memandu, mengawasi, dan melindungi anak dari risiko digital,” katanya.
Ia menjelaskan orang tua bisa menerapkan prinsip S.I.A.P (Saring konten, Izin dan privasi, Ajarkan etika, dan Pantau). Orang tua bisa Saring konten di media sosial dan pastikan video atau unggahan anak sesuai tujuan edukatif dan tidak mengandung informasi pribadi yang sensitif, seperti lokasi rumah atau identitas sekolah.
Teresa juga menyarankan menggunakan akun dengan privasi ketat serta Izin untuk batasi interaksi dengan orang asing. Orang tua bisa ajarkan anak untuk berhati-hati terhadap komentar atau pesan yang tidak pantas. Ajarkan juga etika digital dan beri pemahaman tentang hak cipta, penyajian informasi yang benar, serta etika berinteraksi secara online.
Pantau aktivitas anak dalam proses pembuatan unggahan dan respons publik untuk memastikan mereka tidak menghadapi tekanan atau cyber bullying. Membekali keterampilan literasi digital juga diharapkan dapat menghindarkan anak dari risiko kecemasan atau depresi karena cyber bullying, krisis identitas pada remaja akibat tekanan sosial di internet, kecanduan media sosial yang bisa mengganggu prestasi dan kesehatan mental, serta risiko eksploitasi anak oleh predator digital.
Penerapan aturan yang tegas dalam mengakses media sosial juga diharapkan dapat melindungi anak dari menggunakan media sosial berlebihan seperti brainrot, di mana otak terbiasa dengan konten dangkal dan cepat sehingga menurunkan fokus, daya pikir kritis, dan motivasi belajar.
“Pendampingan orang tua sangat penting dalam mencegah dampak negatif ini,” paparnya.
Edukasi tentang risiko dan manfaat media
sosial
Ia juga mengatakan ketika anak dihadapkan pada lingkungan
sosial yang sudah menggunakan media sosial, orang tua perlu
memberikan pemahaman pada anak dengan prinsip T.E.G.A.S
(Tanyakan kebutuhan anak, Edukasi, Gunakan contoh, Ajak
diskusi, Sediakan alternatif aktivitas sosial) dengan
menanyakan kebutuhan anak kenapa ingin memiliki akun media
sosial.
Orang tua juga harus mengedukasi anak tentang risiko dan manfaat media sosial. Berikan juga contoh nyata kisah bahaya media sosial dan sediakan alternatif aktivitas sosial yang lebih sehat seperti olahraga atau hobi. Teresa mengatakan pendekatan perkembangan psikososial juga perlu dipahami orang tua bahwa pada usia tertentu proses penerimaan dan membentuk jati diri anak ada pada usia sekolah karena setiap usia memiliki tantangan yang berbeda, pendekatan orang tua dalam mendampingi penggunaan media sosial sebaiknya disesuaikan dengan tahap perkembangan anak.
“Usia 7-12 tahun anak ingin merasa kompeten dan diterima oleh teman sebaya. Jika dilarang menggunakan media sosial tanpa alasan yang jelas, mereka mungkin merasa tertinggal dan kurang percaya diri. Usia 13-18 tahun remaja mulai membentuk identitas diri. Media sosial dapat menjadi alat positif untuk berekspresi tetapi juga bisa menjadi sumber kecemasan sosial jika digunakan secara tidak bijak,” jelasnya.
Dengan demikian, orang tua tidak hanya membentuk kebiasaan digital yang sehat tetapi juga membekali anak dengan keterampilan berpikir kritis dan literasi digital yang akan bermanfaat bagi masa depan anak.
Pilihan Editor: