Menkes Beri Sinyal Iuran BPJS Kesehatan Naik Mulai Tahun Depan
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan dirinya telah melaporkan potensi kenaikan iuran BPJS kepada Presiden Prabowo Subianto
![Menkes Beri Sinyal Iuran BPJS Kesehatan Naik Mulai Tahun Depan](https://cdn1.katadata.co.id/media/images/thumb/2024/08/16/2024_08_16-20_40_10_8da1e28c-5bd8-11ef-b4b7-0242ac120007_960x640_thumb.jpg)
Pemerintah tengah bersiap untuk menaikan tarif iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial () Kesehatan paling lambat pada 2026. Adapun besaran tarif kenaikan iuran tersebut saat ini masih menjadi bahasan bersama antara Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan dirinya telah melaporkan potensi kenaikan iuran BPJS kepada Presiden Prabowo Subianto. “Soal BPJS saya sudah bilang ke Bapak Presiden. Di 2026 kemungkinan harus ada penyesuaian di tarifnya,” kata Budi di Istana Merdeka Jakarta pada Rabu (5/2).
Meski begitu, Budi enggan memerinci lebih jauh prediksi lonjakan tarif BPJS nantinya. Ia akan membicarakan hal tersebut dengan Prabowo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
“Sudah dikasih waktunya. Nanti saya menghadap (Presiden) bersama Bu Menteri Keuangan untuk menjelaskan,” ujarnya.
BPJS Kesehatan sebelumnya telah mengabarkan potensi mengalami gagal bayar pada Juni 2026 apabila tidak ada kenaikan tarif iuran. Proyeksi ini mengacu pada kondisi keuangan BPJS Kesehatan yang selama dua tahun terakhir mengalami defisit.
Pada 2023, BPJS Kesehatan mendapat pemasukan iuran sejumlah Rp 149,61 triliun dengan kewajiban jaminan kesehatan kepada rumah sakit dan klinik mencapai Rp 158,85 triliun.
Situasi selisih negatif ini juga terjadi pada 2024. Hingga Oktober 2024, penerimaan iuran BPJS Kesehatan hanya berada di angka Rp 133,45 triliun dengan pengeluaran pembayaran klaim jaminan kesehatan sebesar Rp 146,28 triliun. Ini artinya beban terhadap pendapatan mencapai 109,62%.
Guna menutup selisih beban dalam dua tahun belakangan, BPJS Kesehatan menggunakan talangan dari aset netto atau nilai total aset yang dimiliki setelah dikurangi dengan kewajiban atau utang yang harus dibayar.
Melansir dokumen paparan Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan, Mahlil Ruby, bertajuk ‘Strategi Menjaga Keberlanjutan Program Jaminan Kesehatan Nasional’ yang dipublikasikan pada 11 November 2024, Aset netto BPJS Kesehatan mayoritas diperoleh dari situasi surplus penerimaan uiran pada tahun 2020, 2021, dan 2022.
Dalam tiga tahun tersebut, BPJS Kesehatan memperoleh pendapatan lebih Rp 117.47 triliun. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh Pandemi Covid-19. Pada situasi pageblug saat itu, pemerintah merilis kebijakan seluruh biaya tanggungan pasien rumah sakit yang terindikasi Covid-19 dibayarkan oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) melalui klaim dari Kementerian Kesehatan
Keadaan tersebut membuat kewajiban klaim pasien rumah sakit terhadap BPJS Kesehatan cenderung menurun signifikan. Peran BPJS saat itu lebih kepada membantu Kementerian Kesehatan untuk melakukan verifikasi klaim yang dibayarkan.
Pada 2020, penerimaan iuran BPJS Kesehatan berada di level Rp 133,94 triliun dengan beban jaminan kesehatan yang hanya berada di angka Rp 95,51 triliun. Setahun kemudian, penerimaan iuran BPJS Kesehatan naik ke Rp 139,55 triliun dengan kewajiban biaya layanan medis ke rumah sakit dan klinik Rp 90,33 triliun.
Kondisi selisih positif juga terjadi pada 2022, dengan penerimaan iuran Rp 143,29 triliun dan kewajiban pembayaran klaim sejumlah Rp 113,47 triliun. Dengan situasi defisit dalam dua tahun belakangan, aset netto yang diperoleh akan berada di titik negatif pada November 2025 dan gagal bayar terjadi pada Juni 2026.
Jumlah Klaim Meroket
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, mengatakan telah terjadi kenaikan klaim kasus atau utilitas harian hingga 1,7 juta per hari saat ini. Jumlah itu meroket signifikan dibandingkan dengan 252 ribu utilisasi pelayanan kesehatan rumah sakit dan klinik per hari saat awal pemberlakukan jaminan kesehatan nasional (JKN) pada 2014.
Adapun tahun 2024, BPJS Kesehatan menyiapkan dana Rp 176 triliun untuk biaya jaminan layanan kesehatan dengan proyeksi pemasukan iuran sekira Rp 160 triliun.
Ghufron mengatakan kekuatan aset netto BPJS Kesehatan masih mampu untuk membayar seluruh tagihan rumah sakit dan klinik hingga akhir tahun 2025, ditengah kondisi defisit antara iuran wajib dan biaya layanan medis saat ini.
“Namun agak berat di tahun 2026 kalau tidak ada skenario kebijakan tertentu. BPJS tidak ingin defisit,” kata Ghufron saat ditemui seusai rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR di Gedung Nusantara I Senayan, Jakarta pada Rabu (13/11/2024).