Rencana Eksekusi Sekolah Trisila, Begini Kata Kejati Jatim
Rencana Eksekusi Sekolah Trisila, Begini Kata Kejati Jatim. ????Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur Mia Amiati angkat bicara perihal rencana eksekusi yang dilakukan PN Surabaya terhadap sekolah Trisila. Rencana eksekusi -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp
Surabaya (beritajatim.com) – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur Mia Amiati angkat bicara perihal rencana eksekusi yang dilakukan PN Surabaya terhadap sekolah Trisila. Rencana eksekusi yang mendapat penolakan dari kuasa hukumnya Sudiman Sidabukke.
Menurut Mia, Jaksa Pengacara Negara (JPN) yang menangani kasus ini adalah bidang Datun Kejagung RI. Asdatun Kejati Jatim telah berkoordinasi dengan JPN Kejagung dan telah memberikan informasi secara lisan kronologis singkat.
Dijelaskan Mia, bahwa awalnya sebidang tanah tersebut sebagaimana yang diduduki Yayasan Trisila berasal dari tanah yang dirampas oleh Negara dari Oek Tiam dan bidang tanah tersebut diserahkan ke PT RNI.
Pada Tahun 1965 terjadi permasalahan dengan PKI, sehingga keadaan tanah tersebut diambilalih KKO (pinjam pakai). Selanjutnya KKO pernah meminjamkan tanah tersebut kepada Yayasan Trisila akan tetapi tidak ada Berita Acara/BA.
“Selanjutnya PT RNI akan melakukan kerjasama dengan Yayasan Trisila tapi Trisila menolak dengan alasan tanah tersebut berasal dari KKO bukan dari PT RNI, sehingga baik bangunan dan sekolahan di atasnya sampai dengan gugatan ini Yayasan Trisila tidak pernah membayar sewa,” ujar Mia, Rabu (15/1/2024).
Mia menambahkan, dalam putusan Pengadilan hanya menyatakan “Yayasan Trisila melakukan pengosongan atas lahan tersebut, namun tetap sesuai dengan ketentuan PP No.223 tahun 1961 dan PP No.4 tahun 1963 dan tidak ada ganti rugi yang harus diberikan bahkan seharusnga Yayasan Trisila membayar sewa selama menggunakan bidang tanah tersebut.
Menanggapi pernyataan Kajati Jatim tersebut, pengacara Yayasan Trisila mengatakan kejaksaan yang mewakili PT RNI pasti berbeda pendapat dengan Yayasan Trisila karena adanya kurang pemahaman amar putusan dalam satu kesatuan yaitu pengosongan dengan pemenuhan kewajiban untuk memenuhi isi ketentua PP 223 tahun 1961.
“Jadi dibaca PP itu, ya isinya ganti rugi. Yang terakhir ini barangkali tidak difahami oleh ibu Kajati. Juga, dalam amar putusan tidak ada menyinggung masalah sewa atau uang sewa. Jadi ibu Kajati sebaiknya baca putusan-putusan PN, PT dan MA yang mana putusan tersebut harus dipenuhi oleh PT RNI, yaitu pengosongan dengan memperhatikan isi PP 223 th 1961 itu.
“Juga ibu Kajati perlu baca kalimat yang tertulis dalam sertifikat pertama, jelas disana tertulis penghuni tidak bisa dikosongkan tanpa memperhatikan PP 223 tahun 1961,” ujarnya.