Rencana Trump Ambil Alih Gaza Menghina Akal Sehat dan Tidak Bermoral
Presiden AS Donald Trump menyambut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih pada Selasa (04/02/2025). (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)RUZKA-REPUBLIKA NETWORK — Negara-negara sekutu AS dan Israel ikut mengecam...
![Rencana Trump Ambil Alih Gaza Menghina Akal Sehat dan Tidak Bermoral](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/news/thumbnail400/250208131317-689.jpg)
![Presiden AS Donald Trump menyambut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih pada Selasa (04/02/2025). (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/news/250208131317-689.jpg)
RUZKA-REPUBLIKA NETWORK — Negara-negara sekutu AS dan Israel ikut mengecam rencana yang mengada-ada terkait usulan Presiden Donald Trump agar Amerika Serikat (AS) mengambil alih kepemilikan Jalur Gaza dengan memindahkan warga Palestina secara permanen. Trump bakal membangunnya kembali dan membuat wilayah pesisir Laut Tengah itu menjadi "Riviera Timur Tengah" atau kawasan wisata layaknya Riviera di Italia yang mendapat kecaman dunia.
Anggota DPD RI Dapil Daerah Khusus Jakarta Fahira Idris mengungkapkan, rencana Trump untuk mengambil alih Gaza adalah gagasan yang tidak bermoral, melanggar hukum internasional, dan menghancurkan prospek perdamaian. Dunia tidak boleh membiarkan proyek semacam ini terjadi.
Upaya sepihak seperti yang dilakukan Trump hanya akan memperburuk ketegangan dan kekacauan di Timur Tengah.
“Rencana relokasi permanen warga Palestina ke negara-negara tetangga dan transformasi Gaza menjadi kawasan wisata adalah penghinaan terhadap akal sehat dan martabat manusia. Rencana ini tidak boleh terjadi karena melanggar hukum internasional, strategi pembersihan etnis yang terselubung dan menghancurkan prospek perdamaian. Apapun yang terjadi, kita harus lawan Gaza diambil alih,” ujar Fahira Idris dalam pernyataannya di Jakarta yang diterima Sabtu (08/02/2025) pagi.
Menurut Senator Jakarta yang kerap bersuara soal Palestina ini, relokasi paksa warga Palestina melanggar hukum internasional, termasuk Konvensi Jenewa yang melarang pengusiran warga dari wilayah pendudukan. Rencana ini merupakan kejahatan internasional dan bentuk pembersihan etnis.
Usulan Trump untuk merelokasi warga Gaza dengan dalih pembangunan, lanjut Fahira Idris, juga adalah strategi halus untuk mengubah komposisi demografis wilayah tersebut. Klaim bahwa Gaza bisa menjadi destinasi wisata internasional justru menutupi niat sebenarnya, yakni mengusir warga asli Palestina dari tanah mereka.
Ide ini mirip dengan peristiwa Nakba 1948, ketika ratusan ribu warga Palestina diusir dari tanah mereka untuk memberikan ruang bagi negara Israel.
Oleh karena itu, saat ini yang terpenting adalah komunitas internasional harus memperkuat dukungannya terhadap hak Palestina untuk menentukan nasib sendiri. Solusi yang adil adalah mendirikan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat, sesuai dengan resolusi PBB dan prinsip-prinsip hukum internasional.
Komunitas internasional juga harus tegas menolak segala bentuk aneksasi atau perubahan demografi yang dipaksakan di wilayah pendudukan Palestina. Sanksi internasional perlu dipertimbangkan terhadap pihak-pihak yang melanggar hukum internasional dan hak asasi manusia warga Palestina.
“Warga dunia berhutang kepada rakyat Palestina. Sudah saatnya komunitas internasional harus memastikan bahwa hak-hak rakyat Palestina dihormati dan mendukung terbentuknya negara Palestina yang merdeka, berdaulat, dan damai. Hanya dengan cara ini perdamaian sejati di Timur Tengah dapat tercapai,” tandas Fahira Idris. (***)