Seruan untuk Pilkada Sumsel: Jaga Demokrasi Tanpa Politik Uang

Tiga nara sumber diskusi yang dipandu moderator Ketua AJI Palembang Wiko. (FOTO: Dok, FJP Sumsel)KINGDOMSRIWIJAYA, Palembang – Di tengah masa kampanye pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang tengah berjalan, Relung...

Seruan untuk Pilkada Sumsel: Jaga Demokrasi Tanpa Politik Uang
Tiga nara sumber diskusi yang dipandu moderator Ketua AJI Palembang Wiko. (FOTO: Dok, FJP Sumsel)
Tiga nara sumber diskusi yang dipandu moderator Ketua AJI Palembang Wiko. (FOTO: Dok, FJP Sumsel)

KINGDOMSRIWIJAYA, Palembang – Di tengah masa kampanye pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang tengah berjalan, Relung Forum bersama Forum Jurnalis Parlemen (FJP) menggelar diskusi bertema “Strategi Pamungkas Memenangkan Suara Rakyat”.

Diskusi menghadirkan tiga narasumber Ketua FJP Dudi Oskandar, Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan dan Politik (PSKP) Ade Indra Chaniago dan Direktur Eksekutif Suara Informasi Rakyat Sriwijaya (SIRA) Rahmat Sandi Iqbal.

Dalam Diskusi tersebut tiga nara sumber tersebut menyuarakan keprihatinan terhadap maraknya politik uang yang kerap menjadi “senjata” para calon kepala daerah dalam meraih dukungan.

Menurut Ketua FJP Dudi Oskandar, peran media dalam Pilkada adalah dengan terus mengkritisi penggunaan strategi kotor, seperti politik uang. “Banyak calon kepala daerah memanfaatkan peran media mainstream, tetapi dampaknya tidak signifikan dibanding praktik money politic atau politik uang. Inilah yang merusak demokrasi kita”, katanya, , Ahad (17/11).

Sementara itu Ade Indra Chaniago menegaskan, “Politik uang tidak hanya mencederai nilai-nilai demokrasi, tetapi juga menghalangi terpilihnya pemimpin berkualitas. Praktik ini membuat masyarakat memilih karena iming-iming uang, bukan berdasarkan kompetensi calon. Hal ini menjadi tantangan besar bagi demokrasi kita”,

Menurut Ade yang juga pengajar Ilmu Politik pada sebuah Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Palembang, pendidikan politik harus menjadi prioritas untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. “Hanya sekitar 10 persen pemilih di Indonesia yang rasional. Sisanya masih didominasi oleh pemilih tradisional. Jika masyarakat cerdas, praktik money politic akan sulit berkembang", ujarnya.