Tagihan Utang Sritex Capai Rp 29,8 Triliun, Termasuk ke Bea Cukai dan PLN
Sritex memiliki Sritex total utang Rp29, 8 triliun dengan tagihan dari berbagai kreditur, sementara kurator dan manajemen mengupayakan strategi keberlanjutan usaha pasca pailit.
Kurator kepailitan PT Sri Rejeki Isman () mencatat total tagihan utang perusahaan tekstil tersebut mencapai Rp 29,8 triliun. Daftar piutang tetap para kreditur telah dipublikasikan melalui laman tim kurator Sritex serta papan pengumuman Pengadilan Niaga Semarang.
Salah satu Kurator Pailit Sritex, Denny Ardiansyah, mengungkapkan dalam daftar tetap tersebut berasal dari 94 kreditur konkuren, 349 kreditur preferen, serta 22 kreditur separatis.
Beberapa Tagihan yang Telah Diakui oleh Kurator:
- Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo sebesar Rp 28,6 miliar.
- Bea Cukai Surakarta dengan nilai tagihan Rp 189,2 miliar.
- PT PLN Jawa Tengah-DIY sebagai kreditur konkuren dengan tagihan Rp 43,6 miliar.
Menurut Denny, daftar tagihan tetap ini menjadi acuan bagi kreditur dalam menentukan langkah selanjutnya. “Dengan besaran tagihan yang sudah diakui, kreditur nantinya dapat mengambil keputusan dalam rapat kreditur yang akan datang,” ujarnya di Semarang, Sabtu (1/2).
Rapat kreditur pailit Sritex yang berlangsung pada 30 Januari 2025 menyepakati agar kurator bersama manajemen debitur pailit mendiskusikan langkah lanjutan terkait kelangsungan usaha atau pemberesan kepailitan.
Kurator dan debitur diberikan waktu 21 hari sebelum kreditur menyatakan sikap dalam rapat berikutnya. Manajemen Sritex menyatakan kesiapan untuk menyampaikan usulan rencana bisnis sebagai bagian dari strategi keberlanjutan usaha.
Sementara itu, kurator mengusulkan agar dilakukan audit independen untuk menilai kelayakan usaha perusahaan setelah putusan pailit. Dengan kondisi ini, para kreditur diharapkan dapat mempertimbangkan segala aspek sebelum mengambil keputusan terkait masa depan Sritex.
Total Tagihan yang Diajukan Kreditur ke Sritex dan Anak Usaha
Sritex secara resmi dinyatakan pailit setelah Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan oleh emiten tekstil tersebut pada 18 Desember 2024. Saat itu, tim kurator Sritex mencatat total tagihan yang diajukan oleh kreditur perusahaan tekstil ini beserta anak-anak usahanya mencapai Rp 32,63 triliun.
Anak usaha Sritex yang juga turut pailit adalah PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya, dalam perkara nomor 2/PDT.SUS-Homologasi/2024/Pengadilan Niaga Semarang.
Tim kurator mengumpulkan tagihan dari tiga kelompok kreditur, yakni kreditur preferen, separatis, dan konkuren. Kreditur preferen memiliki tagihan sebesar Rp 691,42 miliar, kreditur separatis Rp 7,2 triliun, dan kreditur konkuren mencapai Rp 24,73 triliun.
Jumlah utang yang sangat besar ternyata jauh melebihi aset perusahaan, yang hanya mencapai Rp 9,63 triliun dalam laporan keuangan per 30 September 2024. Ketidakseimbangan yang signifikan antara utang dan aset ini semakin memperburuk kondisi keuangan Sritex.