Tingkat Gagal Bayar Sukuk Global Tetap Rendah, Menunjukkan Stabilitas Pasar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasar sukuk global terus menunjukkan stabilitasnya di tengah pertumbuhan keuangan syariah yang pesat. Fitch Ratings melaporkan tingkat gagal bayar (default) sukuk di seluruh dunia tetap sangat rendah. "Hanya...

Tingkat Gagal Bayar Sukuk Global Tetap Rendah, Menunjukkan Stabilitas Pasar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasar global terus menunjukkan stabilitasnya di tengah pertumbuhan keuangan syariah yang pesat. Fitch Ratings melaporkan tingkat gagal bayar (default) sukuk di seluruh dunia tetap sangat rendah.

"Hanya mencapai 0,19 persen dari total penerbitan hingga akhir 2024," seperti dikutip dari Zawya, Ahad (2/2/2025).

Stabilitas ini didorong oleh dominasi penerbitan sukuk oleh pemerintah yang memiliki peringkat kredit tinggi serta entitas terkait mereka. Fitch mencatat, mayoritas kasus gagal bayar sejauh ini berasal dari perusahaan dan beberapa lembaga keuangan. Namun, hingga saat ini, belum ada sukuk yang diterbitkan oleh pemerintah (sovereign sukuk) yang mengalami gagal bayar.  

Meski Fitch tidak mengungkapkan jumlah penerbitan sukuk secara keseluruhan, data menunjukkan bahwa sejak 1 Januari 2000 hingga 15 Agustus 2024, terdapat lebih dari 22.700 penerbitan sukuk dengan nilai total sekitar 5,2 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 80,6 triliun. Dari jumlah tersebut, hanya 62 penerbitan dengan nilai yang sama yang mengalami gagal bayar.  

Di tengah tren stabilitas global, Indonesia semakin mengukuhkan posisinya sebagai salah satu pemain utama dalam pasar sukuk. Beberapa waktu lalu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa Indonesia merupakan negara penerbit sukuk terbesar di dunia dengan nilai penerbitan mencapai sekitar 5 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 77,5 triliun.  

Namun, Perry menekankan penerbitan sukuk masih perlu ditingkatkan guna mendorong pertumbuhan sektor keuangan syariah di Indonesia. "Sukuk sudah mapan, produknya sudah ada, yang kita butuhkan adalah bagaimana mewujudkan permintaan ini," ujarnya.

Meskipun permintaan terhadap sukuk terus meningkat, tantangan masih ada, terutama dalam hal ketersediaan aset dasar (underlying asset) yang diperlukan untuk menerbitkan instrumen ini. "Kami memiliki kekuatan untuk melakukan digitalisasi, namun tidak ada produknya," tambah Perry.  

Sejalan dengan dominasi Indonesia dalam pasar sukuk global, data terbaru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Statistik Pasar Modal Syariah per Desember 2024 menunjukkan total nilai outstanding sukuk korporasi di Indonesia telah mencapai Rp 121,16 triliun, meningkat dari Rp 116,1 triliun pada bulan sebelumnya.  

Selain itu, jumlah penerbitan sukuk secara kumulatif mencapai 523 penerbitan, menandakan tren pertumbuhan yang konsisten dalam pemanfaatan instrumen keuangan syariah ini. Beberapa entitas besar yang aktif menerbitkan sukuk di Indonesia meliputi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Indosat Tbk, PT XL Axiata Tbk, serta sejumlah perusahaan keuangan dan infrastruktur lainnya.  

Dengan tingkat gagal bayar yang rendah serta permintaan yang terus meningkat, sukuk tetap menjadi instrumen keuangan yang relatif aman bagi investor global. Dominasi negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia dalam penerbitan sukuk menunjukkan instrumen ini semakin diterima secara luas di pasar internasional.