100 Hari Prabowo: DPR Legalkan Bagi-bagi Tambang, Kampus hingga UKM Kebagian Jatah
Fahmy Radhi menilai pemberian konsesi tambang kepada perguruan tinggi sebagai upaya untuk meredam sikap kritis akademisi
TEMPO.CO, Jakarta - Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara () akhirnya disahkan sebagai usul inisiatif DPR dalam rapat paripurna yang digelar di Senayan, Kamis, 23 Januari 2025. Revisi ini memantik polemik lantaran membuka akses konsesi bagi perguruan tinggi, usaha kecil dan menengah (UKM), koperasi, hingga organisasi kemasyarakatan keagamaan.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad memimpin rapat tersebut didampingi sejumlah pimpinan partai lain. "Sekarang kami tanyakan, apakah RUU tentang Perubahan Keempat Atas UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan dapat disetujui menjadi RUU usul inisiatif DPR RI?" ucapnya. "Setuju," ucap anggota dewan yang lain, seketika Dasco mengetok palu.
Baca berita dengan sedikit iklan,
Dalih pemerataan ekonomi dan peningkatan kualitas pendidikan menjadi alasan pemerintah mendorong regulasi ini. Sejumlah pakar menilai kebijakan tersebut sebagai bentuk politisasi sumber daya alam yang berpotensi merusak integritas dunia akademik. Kritik keras juga muncul dari kalangan lingkungan, mereka menilai ini kemunduran dalam tata kelola pertambangan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menganggap, revisi itu untuk mengembalikan amanah Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945, dengan tujuan yang baik. "Yang mengatakan bahwa seluruh kekayaan yang ada pada negara kita baik laut, darat dan udara dikuasai oleh negara. Dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat," katanya saat ditemui di The Westin Jakarta Kamis, 30 Januari 2025. "Ini kan bagian dari retribusi, bukan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan pengusaha, kan begitu."
Menurut laporan Majalah Tempo, sejumlah politikus di lingkaran Presiden Subianto bercerita bahwa salah satu tujuan bagi-bagi konsesi tambang untuk perguruan tinggi adalah agar dosen dan mahasiswa seirama dengan pemerintah seperti di era pemerintahan Joko Widodo. Pada masa kepemimpinan Jokowi, pemerintah ditengarai membungkam kritik dari kampus dengan memberikan gula-gula jabatan kepada petinggi kampus.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, menilai revisi RUU Minerba mestinya diarahkan kepada peningkatan nilai tambah, bukan malah memberikan konsesi tambang.“Dalam melakukan transformasi ekonomi, sektor mineral kita harus diubah pengelolaannya, bukan dengan cara membagi-bagi izin,” katanya saat dihubungi Senin, 27 Januari 2025.
Fabby menilai, jika ingin memanfaatkan pemberdayaan sebagai modal pembangunan, maka yang harus dibenahi pengelolaannya. Tiga tahun terakhir, kata Fabby, sektor tambang menjadi sorotan. “Izin tambang banyak yang tidak beres, seperti skandal timah itu kan besar-besaran. Kemudian nikel yang melibatkan relawan Jokowi, yang di Sulawesi Tenggara,” ucapnya. “Itu menunjukkan tata kelola mineral kita gak beres. Justru sektor itu yang diperkuat.”
Konsesi tambang yang diberikan tidak cocok, sebab bisnis tambang padat modal dan butuh ketelatenan dari tenaga profesional. “Kalau kami lihat dari profil atau karakteristik dari industri tambang, tidak cocok diberikan pengusahaannya kepada perguruan tinggi, usaha kecil dan menengah, koperasi. Mereka nggak punya expertise, modal, kemampuan bisnis, hingga jaringan yang bisa mengakses teknologi. Ini bisnis jangka panjang,” katanya.
Ketua Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah Azrul Tanjung mengamini bahwa keputusan pemberian konsesi tambang dalam RUU Minerba kepada organisasi keagamaan hingga perguruan tinggi bersifat politis. “Saya tidak menafikan itu,” katanya saat dihubungi pada Senin, 27 Januari 2025.
Meski begitu, keputusan menerima konsesi membutuhkan waktu yang tidak sebentar, apalagi pertimbangannya adalah bisnis. “Begitu juga dengan tambang, kami punya hitung-hitungan. Kalau ini untung kami jalankan,” ujarnya. “Berbeda dengan kami membuat rumah sakit dan sekolah, kami tidak memikir untung. Walaupun ke depannya rumah sakit itu juga harus untung untuk menutupi biaya operasional.”
Muhammadiyah yang lebih dulu menerima konsesi, kebagian mengelola lokasi tambang bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) milik Adaro. “Oh kalau NU sudah selesai. Muhammadiyah sekarang sudah turun juga. Kami pakai eks Adaro (untuk Muhammadiyah). Sudah positif," kata Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia saat ditemui di kantornya pada Jumat, 10 Januari 2025.
Ketua Baleg Bob Hasan dalam rapat pleno di gedung parlemen,
Jakarta, 20 Januari 2025, mengatakan, pemerintah ingin semua
masyarakat mendapatkan hak yang sama dalam mengelola sumber
daya alam. Oleh karena itu, pemerintah juga ingin memberikan
peluang kepada perguruan tinggi agar bisa ikut mengelola
sumber daya alam, khususnya minerba.
Ia menjelaskan, pemberian izin kepada perguran tinggi
semata-mata untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Menurutnya, pemerintah berpendapat, untuk meningkatkan
pendidikan kampus memerlukan fasilitas pendidik, tempat,
sarana dan prasarana yang juga berkualitas sehingga
membutuhkan anggaran yang memadai.
Ilustrasi pertambangan. Shutterstock
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gajah Mada (UGM) Herlambang Perdana Wiratraman mengatakan, ini bentuk kegagalan dalam mengelola negara. "Ini menunjukkan negara nggak becus mengurusi pendidikan. Bukan begitu caranya," ujar Herlambang kepada Tempo pada Rabu, 22 Januari 2025. "Bagaimana mau percaya, selama ini belum ada rekam jejak tambang memproteksi lingkungan atau melindungi manusia," ujar dia.
Pengamat Ekonomi Energi Fahmy Radhi menilai, pemberian konsesi tambang kepada perguruan tinggi sebagai upaya untuk meredam sikap kritis akademisi terhadap pemerintah. “Perguruan Tinggi yang mengedepankan nurani harus menolak pemberian konsesi tambang agar tidak terjadi prahara,” kata dosen UGM ini.
Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menilai pemberian konsesi lahan tambang adalah langkah mundur dalam tata kelola pertambangan. ICEL menyoroti tidak adanya perubahan tata ruang yang mengancam daya dukung lingkungan, fokus yang masih pada eksploitasi tanpa perbaikan tata kelola, potensi kriminalisasi masyarakat, serta proses legislasi yang tidak transparan. "Perubahan ini hanya akan memperburuk kondisi lingkungan dan membatasi partisipasi masyarakat," ujar Peneliti ICEL, Bella Nathania dalam keterangan resminya, 20 Januari 2025.
Founder Indonesian Climate Justice Literacy, Firdaus Cahyadi menyebut pemberian konsesi tambang untuk perguruan tinggi sebagai bentuk kesesatan berpikir dalam pengelolaan sumber daya alam. “Elite politik tak pernah berhenti mempertontonkan kesesatan berpikir dalam substansi pengelolaan sumber daya alam,” ujar Firdaus dalam keterangan resmi pada Kamis, 23 Januari 2025.
RUU yang dibahas intensif di Badan Legislasi DPR ini membawa perubahan signifikan, terutama dalam regulasi hilirisasi dan kepastian hukum pengelolaan sumber daya alam strategis. Poin krusialnya pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) kepada badan usaha kecil dan menengah, koperasi, serta organisasi kemasyarakatan keagamaan. Selain itu, kampus bakal peroleh izin usaha tambang dengan pertimbangkan luas wilayah dan status akreditasi.
Sementara Ketua DPR RI Puan Maharani meminta semua pihak tidak saling curiga, ia mengklaim bakal membuka ruang seluas-luasnya guna mendengarkan aspirasi masyarakat. “Ruang-ruang ini yang kami buka supaya tidak terjadi salah persepsi atau salah komunikasi atau miskomunikasi. Jadi jangan belum apa-apa kita awali dengan saling curiga,” ujar Puan saat ditemui awak media di gedung Nusantara IV, kompleks parlemen, Kamis, 30 Januari 2025.
Nabila Azzahra dan M. Rizki Yusrial berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: