Ahli: Meloloskan calon tak penuhi syarat cerminan runtuhnya integritas
Pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini yang dihadirkan sebagai ahli dalam perkara sengketa Pilkada ...
![Ahli: Meloloskan calon tak penuhi syarat cerminan runtuhnya integritas](https://img.antaranews.com/cache/1200x800/2025/02/11/pixelcut-export-4.jpg)
Jakarta (ANTARA) - Pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini yang dihadirkan sebagai ahli dalam perkara sengketa Pilkada Gorontalo Utara 2024 mengatakan, tindakan meloloskan calon yang tidak memenuhi syarat untuk mengikuti pemilihan merupakan cerminan runtuhnya integritas pemilu.
“Membiarkan calon yang tidak memenuhi syarat mengikuti pemilihan merupakan cerminan dari runtuhnya bangunan integritas pemilu secara menyeluruh, baik integritas penyelenggara, proses, maupun hasil,” kata Titi dalam sidang pembuktian di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa.
Menurut Titi, penggambaran demikian terjadi karena instrumen pemilu gagal menjaga konstitusionalitas kontestasi serta menimbulkan keraguan terhadap pemenuhan asas pemilu bebas dan adil sejak awal hingga akhir kompetisi.
Ia juga mengatakan bahwa membiarkan peserta yang tidak konstitusional mengikuti pemilu akan menyebabkan keraguan pada kredibilitas dan integritas penyelenggara dalam menyelenggarakan seluruh proses atau tahapan pemilu.
“Artinya, pemilu yang murni telah runtuh dan gagal terselenggara sejak awal,” tuturnya.
Titi merupakan ahli dari pihak pemohon, yakni Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Gorontalo Utara Nomor Urut 2 Thariq Modanggu dan Nurjana Hasan Yusuf.
Dalam perkara ini, Thariq-Nurjana di antaranya mendalilkan bahwa calon bupati nomor urut 3 Ridwan Yasin berstatus terpidana. Namun, tetap ditetapkan sebagai pasangan calon.
Terkait dalil tersebut, Titi menjelaskan seseorang yang berstatus terpidana hanya dapat menjadi calon kepala dan wakil kepala daerah apabila merupakan terpidana untuk tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik.
Bagi terpidana yang dipidana dengan pidana percobaan, statusnya tetap terpidana hingga masa percobaan tersebut habis meskipun secara riil yang bersangkutan tidak menjalani pidana di dalam lembaga pemasyarakatan.
Menurut Titi, pemberlakuan syarat masa tunggu lima tahun bagi calon yang berstatus mantan terpidana dikaitkan dengan tindak pidana yang terbukti diancam dengan pidana lima tahun atau lebih. Mantan terpidana dimaksud harus secara jujur dan terbuka mengakui statusnya.
Sementara itu, terhadap calon yang merupakan mantan terpidana karena melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana maksimal lima tahun atau lebih singkat, tidak dikenai syarat jeda lima tahun. Namun, tetap harus jujur atau terbuka mengumumkan latar belakangnya.
Mahkamah, imbuh Titi, selalu bersikap tegas dan tidak menoleransi pelanggaran persyaratan pencalonan. Merujuk putusan MK terdahulu, pelanggaran yang demikian dapat dijadikan dasar membatalkan hasil pemilihan karena pesertanya tidak memenuhi syarat sejak awal.
Maka dari itu, menurut Titi, Pilkada Gorontalo Utara 2024 harus diulang dengan hanya menyertakan calon yang memenuhi syarat, demi menghormati suara pemilih serta menjaga kemurnian pemilu dan kedaulatan rakyat.
Sengketa Pilkada Gorontalo Utara 2024 dimohonkan oleh Thariq-Nurjana selaku pasangan calon bupati dan wakil bupati nomor urut 2. Pada perkara ini, Thariq-Nurjana mempersoalkan status dan latar belakang dua rivalnya.
Thariq-Nurjana mendalilkan calon bupati nomor urut 3 Ridwan Yasin berstatus sebagai terpidana yang dijatuhi pidana penjara enam bulan dengan masa percobaan satu tahun berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung pada 25 April 2024.
Selain itu, Thariq-Nurjana juga mendalilkan calon bupati nomor urut 1 Roni Imran tidak memiliki ijazah SMA. Padahal, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada mengatur syarat calon kepala daerah salah satunya minimal berpendidikan sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat.
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Benardy Ferdiansyah
Copyright © ANTARA 2025