Jakarta (ANTARA) - Penggagas Gerakan Sekolah Menyenangkan
Muhammad Nur Rizal mengusulkan pemerintah untuk menggunakan
pendekatan milik Filsuf Amartya Sen yakni pendekatan kapabilitas
(
capability approach) pada sektor pendidikan
nasional.“Krisis sumber daya manusia adalah krisis yang harus
segera dibenahi di Indonesia, yakni krisis ketika pendidikan
justru mengasingkan manusia dari potensi dan bakat terpendamnya.
Krisis ini berpotensi melahirkan kesenjangan manusia dengan
sosialnya dan dirinya sendiri,” kata Rizal dalam keterangan resmi
di Jakarta, Jumat.Rizal mengatakan usul tersebut ia keluarkan
setelah menyoroti adanya ketimpangan akses menjadi akibat dari
paradigma pendidikan yang berorientasi pada modal manusia yang
hanya menyiapkan siswa menjadi tenaga kerja.Akibatnya, manusia
dianggap sebagai obyek pendidikan, bukan subyek atau pelaku
utama, siswa-siswa di segala tingkatan pendidikan termasuk
mahasiswa sering tidak menikmati proses belajarnya.
Baca juga: Baca juga: Pendidikan inilah, kata dia, yang
menjauhkan mereka dari talenta, bakat atau
passion-nya. Ia
mengingatkan jika hal ini terus berlanjut hingga di dunia kerja,
para tidak akan produktif dan mencintai pekerjaannya.“Setiap
manusia harus merasa punya kesempatan dan pilihan bebas untuk
menjadi dirinya, menjadi manusia yang berfungsi untuk mewujudkan
kualitas kehidupan yang dicita-citakan, dan memberikan nilai atau
makna pada kehidupannya,” kata dia.Kualitas pendidikan di
Indonesia, dinilainya juga belum bisa maju karena masih berkutat
pada pemikiran terkait sistem pendidikan di masa lalu.“Program
baru masih didekati dengan cara berpikir dan cara bertindak yang
lama, sehingga hanya sekadar menghasilkan formalisme,
administrasi, dan jargon baru. Jadi, meskipun kurikulum sudah
berganti dua belas kali, akreditasi sekolah sudah mencapai 90
persen lebih, kualitas pendidikan kita masih stagnan,”
katanya.Rizal menyatakan permasalahan tersebut membuat skor
literasi, numerasi dan sains Indonesia masih di peringkat tujuh
terbawah di negara-negara yang disurvei oleh
Programme
International Student Assessment (PISA).Indeks daya
saing global Indonesia juga masih berada di peringkat 82
berdasarkan peringkat yang dikeluarkan oleh
The Global Talent
Competitiveness Index 2022.Maka dari itu, menurutnya
pengetahuan yang diperoleh oleh para siswa sebaiknya bersifat
konstruktivis atau dihasilkan dari pengalaman dan interaksinya
dengan manusia lain dan sekitarnya. Bukan karena ceramah atau
hafalan.“Suasana belajar seperti inilah yang akan memerdekakan
siswa untuk menghasilkan pikiran-pikiran baru. Manusia dengan
bekal seperti inilah yang membuatnya tidak mudah dikendalikan
oleh teknologi AI. Namun, justru bisa menempatkan AI sebagai
asisten yang paling cerdas untuk membantu meningkatkan
produktivitas dan dampak bagi masyarakat,” ujarnya.Hal tersebut
juga mendorong para siswa untuk mencintai pekerjaan dan proses
belajarnya, sehingga akan timbul pemikiran bahwa hidupnya
bernilai dan terhindar dari krisis sumber daya
manusia.
Baca juga: Baca juga:
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024