Bappenas Susun Peta Jalan Dekarbonisasi, Upaya Tekan Emisi Nikel yang Tinggi
Pemerintah sedang menyusun dokumen Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Nasional yang menjadi bagian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.
Pemerintah sedang menyusun dokumen Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Nasional yang menjadi bagian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Peta jalan tersebut disusun oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) bersama World Resources Institute (WRI) Indonesia.
Wakil Menteri PNN/Wakil Kepala Bappenas, Febrian Alphyanto Ruddyard , mengatakan peta jalan tersebut akan diintegrasikan ke dalam rencana pembangunan nasional Indonesia. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, Indonesia berkomitmen untuk menjadi negara yang berdaulat dan berkelanjutan pada tahun 2045.
Febrian mengatakan, Peta Jalan Industri Nasional juga disusun untuk menjawab tantangan besar yang dihadapi industri nikel Indonesia. Selama 10 tahun terakhir, kebijakan hilirisasi disebut berhasil meningkatkan pendapatan sektor nikel sebesar dua kali lipat.
"Namun, sektor ini juga menjadi penyumbang signifikan emisi gas rumah kaca," kata Febrian dalam gelaran Conference of the Parties 29 atau COP29 di Baku, Azerbaijan, dikutip dari keterangan resmi Bappenas di Jakarta, Selasa (19/11).
Direktur Sumber Daya Energi, Mineral, dan Pertambangan Kementerian PPN/Bappenas, Nizar Marizi, mengatakan Indonesia berpetualang memaksimalkan potensi nikel karena memiliki cadangan terbesar di dunia. Namun, kita harus memastikan pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan sejalan dengan komitmen nasional untuk menekan dampak lingkungan, khususnya emisi GRK.
"Dengan pendekatan yang berkelanjutan, kita dapat mencapai pertumbuhan ekonomi dan tetap memenuhi tujuan iklim nasional,” ujarnya.
Implementasi Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Nasional terbagi tiga fase, yaitu inisiasi, akselerasi, dan ekspansi. Fokus utama adalah riset, perencanaan, dan pembuatan kebijakan terkait infrastruktur Energi Baru Terbarukan (EBT) di wilayah industri nikel.
Selanjutnya, fase akselerasi menargetkan pembangunan sistem transmisi listrik dan penyimpanan energi yang terhubung dengan sumber EBT.
Terakhir, fase ekspansi memperluas adopsi pembangkit EBT dan teknologi rendah karbon dalam proses produksi di smelter nikel dan pabrik baterai, mendorong Indonesia menjadi pusat baterai hijau dunia.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Eniya Listiani Dewi, mengatakan Sulawesi sebagai produsen utama nikel dan kobalt dianugerahi potensi EBT, seperti angin yang terletak di selatan pulau dan panas bumi yang terletak di bagian utara.
"Untuk itu, pemerintah mendorong kerja sama global untuk berinvestasi membangun industri yang terhubung dengan EBT, sehingga dekarbonisasi dapat tercapai,” kata
Sementara itu, Direktur Energi di World Resources Institute, Jennifer Layke, mengatakan peta jalan ini disusun untuk memperkuat posisi Indonesia dalam transisi energi hijau. Selain itu, peta jalan ini juga disusun guna memastikan pembangunan berkelanjutan dan inklusif.
Dia mengatakan, meningkatkan skala penyimpanan energi merupakan kunci pencapaian target transisi energi global. Pada COP29, diusung salah satu target untuk membangun penyimpanan energi sebesar 1,500GW (Gigawatt) pada 2030 atau kenaikan enam kali lipat dari 2022.
"Indonesia dapat mengambil peran sebagai produsen baterai dunia dengan tetap memitigasi dampak iklim, lingkungan, dan sosial yang ditimbulkan,” ucapnya.