Biaya Tinggi Penerapan Carbon Capture Storage (CCS) di PLTU?, Begini Kata PLN
Biaya Tinggi Penerapan Carbon Capture Storage (CCS) di PLTU?, Begini Kata PLN. ????Indonesia telah mengembangkan skenario Accelerated Renewable Energy Development (ARED) dengan tahap penurunan batubara di PLTU dengan melibatkan 75% energi terbarukan -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp
Bogor (beritajatim.com) – Indonesia telah mengembangkan skenario Accelerated Renewable Energy Development (ARED) dengan tahap penurunan batubara di PLTU dengan melibatkan 75% energi terbarukan, 5% energi baru termasuk Energi Nuklir dan BESS.
PT PLN sendiri terus mengkaji penerapan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) sebagai komitmen menuju Net Zero Emission (NZE) pada 2060.
Namun, kendala keekonomian masih menjadi tantangan utama, khususnya untuk mengimplementasikan CCS di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan bahan baku pembakaran menggunakan batu bara . Teknologi CCS ini dinilai berbiaya tinggi dan dapat meningkatkan tarif produksi listrik.
Tarif Tinggi CCS di PLTU
Presiden Direktur PT PLN Enjiniring, Chairani Rachmatullah, mengungkapkan bahwa biaya menangkap dan menyimpan karbon melalui CCS di PLTU mencapai USD 40 per ton karbon. Angka ini jauh lebih mahal dibandingkan dengan CCS untuk gas yang berkisar USD 12 hingga USD 20 per ton.
“Dengan tarif USD 40 per ton, biaya produksi listrik meningkat menjadi USD 12 sen per kWh, sementara tarif ideal PLN adalah USD 8 sen per kWh untuk menjaga harga listrik di angka Rp1.467 per kWh,” jelas Chairani dalam Workshop on Understanding Carbon Capture and Storage (CCS) untuk jurnalis di Swiss-Belhotel Bogor, Minggu (19/1/2025).
Chairani menekankan bahwa kelebihan biaya sebesar USD 4 sen per kWh akan berdampak pada peningkatan subsidi negara.
“Subsidi ini seharusnya bisa dialokasikan untuk kebutuhan lain seperti pendidikan, infrastruktur, atau kesehatan,” tambahnya.
Rencana Implementasi CCS di PLTU
PLN berencana memulai pemasangan CCS pada 2040, dengan beberapa pembangkit listrik yang menjadi prioritas, antara lain:
*PLTU Suralaya (Batu-Bara) Unit 1-7
*PLTU Indramayu (Batu-Bara) Unit 1-3
*PLTGU Tambak Lorok (Gas) Block 1-2
*PLTU Tanjung Jati B (Batu-BaraUnit 1-4
Sementara itu, PLN terus mengkaji model keekonomian untuk menekan biaya penerapan CCS dan memastikan tarif listrik tetap terjangkau.
“Teknologinya sudah ada, tinggal pasang. Tapi biaya yang meningkat membuat subsidi listrik bertambah. Oleh karena itu, kami harus selektif memilih lokasi pemasangan CCS,” terang Chairani.
Fokus pada Energi Terbarukan
Selain CCS, PLN mempercepat pengembangan pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) seperti tenaga air, surya, dan panas bumi.
PLN juga mengutamakan pengurangan faktor kapasitas (coal phase down) pada PLTU dibandingkan pensiun dini pembangkit, agar transisi energi tidak mengganggu keandalan layanan listrik.
“Pensiun dini PLTU hanya bisa dilakukan jika ada pengganti berbasis EBT yang cukup, sehingga tidak memengaruhi keandalan listrik,” imbuh Chairani.
Komitmen Menuju Net Zero Emission
PLN berkomitmen mendukung target pemerintah mencapai Net Zero Emission dengan menerapkan strategi seperti pengembangan CCS, perluasan pembangkit EBT, dan investasi pada infrastruktur grid modern. Dengan roadmap jangka panjang ini, PLN berharap dapat meminimalkan emisi karbon sambil memastikan sistem kelistrikan yang berkelanjutan.
“Keekonomian tetap menjadi tantangan utama, tetapi dengan inovasi teknologi dan perencanaan matang, PLN optimis menghadirkan solusi kelistrikan rendah karbon yang efisien,” tutup Chairani. (ted)