Optimalisasi Potensi PAD: DPRD Gresik Soroti Perolehan Pajak dan Retribusi Daerah

KLIKJATIM.Com | Gresik – Komisi II DPRD Gresik menyoroti potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang belum digarap optimal oleh organisasi perangkat daerah (OPD) terkait. Sorotan ini mencakup potensi pendapatan dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). The post Optimalisasi Potensi PAD: DPRD Gresik Soroti Perolehan Pajak dan Retribusi Daerah appeared first on KlikJatim.com.

Optimalisasi Potensi PAD: DPRD Gresik Soroti Perolehan Pajak dan Retribusi Daerah

| Gresik – Komisi II DPRD menyoroti potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang belum digarap optimal oleh organisasi perangkat daerah (OPD) terkait. Sorotan ini mencakup potensi pendapatan dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

Wakil Ketua Komisi II DPRD , Mochammad, mengungkapkan ada perusahaan yang melakukan perluasan bangunan tanpa mengajukan izin resmi, sehingga retribusi PBG belum tercatat dalam pendapatan daerah.

“Ada perusahaan yang memperluas bangunannya tetapi belum mengurus izin. Akibatnya, potensi retribusi PBG hilang,” ujarnya.

Selain itu, rapat kerja bersama Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) mengungkap adanya tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dari 70 perusahaan dengan total potensi pendapatan sekitar Rp30 miliar.

“Ada sekitar 70 perusahaan yang menunggak pembayaran PBB. Nilainya mencapai Rp30 miliar,” tambah politisi PKB tersebut.

Lebih lanjut, Muchammad menyoroti potensi PAD dari BPHTB yang belum tergarap maksimal. Salah satu tantangannya adalah perumahan subsidi yang dibangun untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tidak dikenakan BPHTB sesuai peraturan perundang-undangan.

“Perumahan subsidi memang tidak bisa dikenakan BPHTB sesuai UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) serta Peraturan Daerah (Perda) Gresik. Ini menyebabkan potensi pendapatan hilang,” jelasnya.

Baca juga:

Namun, terdapat peluang dari transaksi jual beli tanah kavlingan yang saat ini belum memiliki landasan hukum jelas. Transaksi tersebut marak terjadi tetapi hanya didasarkan pada kuitansi tanpa akta jual beli (AJB), sehingga Pemkab Gresik belum bisa memungut BPHTB.

“Tanah kavlingan tidak memiliki dasar hukum jelas. Pemkab Gresik perlu membuat regulasi, misalnya melalui Peraturan Bupati (Perbup), agar transaksi tanah kavlingan menggunakan AJB sehingga BPHTB dapat dipungut,” usul Muchammad.

Ia juga menyoroti dampak negatif jual beli tanah kavlingan bagi masyarakat. Banyak konsumen yang membeli tanah kavlingan tidak dapat menyertifikatkan rumahnya, dan pengembang sering mengabaikan penyediaan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos).

“Pengembang perumahan wajib menyediakan fasum dan fasos sebesar 40 persen dari luas lahan. Namun, hal ini tidak berlaku untuk tanah kavlingan. Pemerintah harus segera membuat regulasi untuk mengatasi permasalahan ini,” tegasnya.

Komisi II berharap Pemkab Gresik segera mengambil langkah strategis untuk mengoptimalkan potensi PAD yang selama ini belum tergarap, baik melalui regulasi maupun pengawasan ketat terhadap pelaku usaha. (qom)