Indonesian Climate Justice Nilai Pemberian Konsesi Tambang untuk Perguruan Tinggi Sebagai Bentuk Sesat Pikir
Rencana pemberian konsesi tambang kepada perguruan tinggi mencerminkan model pembangunan ekstraktif yang merusak dan memicu perlawanan masyarakat
TEMPO.CO, Jakarta -Founder Indonesian Climate Justice Literacy, Firdaus Cahyadi menyebut rencana pemberian konsesi tambang untuk perguruan tinggi sebagai bentuk kesesatan berpikir dalam pengelolaan sumber daya alam. Ia menilai, usulan yang muncul dalam Revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara () ini tidak masuk akal dan bertentangan dengan upaya menjaga kelestarian lingkungan. “Elit politik tak pernah berhenti mempertontonkan kesesatan berpikir dalam substansi pengelolaan sumber daya alam,” ujar Firdaus dalam keterangan resmi pada Kamis, 23 Januari 2025.
Menurut Firdaus, alasan pemberian konsesi tambang untuk membantu pendanaan perguruan tinggi tidak berterima. “Masih banyak cara lain untuk membantu pendanaan perguruan tinggi tanpa harus mengorbankan lingkungan melalui pembagian konsesi tambang,” ucapnya.
Lebih jauh, kebijakan ini mencerminkan model pembangunan ekstraktif yang merusak alam. Menurut Firdaus, langkah semacam ini akan memicu perlawanan masyarakat yang semakin sadar akan pentingnya menjaga lingkungan hidup. “Pembagian konsesi tambang ini adalah cara untuk meredam perlawanan masyarakat, baik melalui ormas keagamaan maupun perguruan tinggi,” katanya.
Ormas agama yang menerima konsesi tambang cenderung menggunakan tafsir agama untuk membenarkan kerusakan lingkungan. Sementara itu, perguruan tinggi yang mendapatkan konsesi akan memproduksi dalil-dalil ilmiah yang mendukung normalisasi kerusakan ekologis dan sosial akibat tambang. “Elit politik seperti menugaskan institusi moral dan pengetahuan untuk membodohi masyarakat,” ujarnya.
Ia juga menolak alasan nasionalisme yang digunakan untuk mendukung kebijakan ini. Menurut Firdaus, argumen tambang harus dikuasai pihak nasional tidak mengurangi daya rusak ekologis dan sosial dari kegiatan tambang itu sendiri. “Baik asing maupun nasional, dampak tambang tetap merusak,” katanya. Firdaus mengajak publik untuk bersuara keras menolak rencana ini. “Jangan terkecoh dengan argumentasi yang seolah-olah nasionalis. Publik harus bersatu menghentikan langkah destruktif ini,” tambah dia.
Legislatif mengusulkan perguruan tinggi agar bisa memperoleh hak pengelolaan tambang mineral logam, dengan tujuan membuka peluang pendanaan lebih luas. Pemberian izin usaha pertambangan prioritas untuk perguruan tinggi tertuang dalam draf revisi ketiga UU Mineral dan Batu Bara. Pada pasal 51A disebutkan, perguruan tinggi memperoleh Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) mineral logam secara prioritas. Sejumlah pihak menilai usulan ini berpotensi cacat formil dan bertolak belakang dengan undang-undang tentang pendidikan.