Kejagung: Kerugian negara akibat kasus impor gula Rp578 miliar
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengatakan bahwa kerugian negara akibat kasus korupsi importasi gula di Kementerian ...
Jakarta (ANTARA) - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengatakan bahwa kerugian negara akibat kasus korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015–2016 mencapai Rp578 miliar.
“Berdasarkan hasil perhitungan kerugian keuangan negara yang dinyatakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) adalah Rp578.105.411.622,47. Itu penghitungannya,” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) pada Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin.
Ia mengatakan, jumlah tersebut meningkat dari sebelumnya ditentukan sebesar kurang lebih Rp400 miliar. Terlebih, setelah Kejagung menetapkan sembilan tersangka baru dalam kasus ini yang seluruhnya merupakan pihak swasta.
“Seiring dengan perkembangan dan terus di-update oleh penyidik dan penghitungan yang dilakukan oleh BPKP, setelah ada penetapan tersangka perusahaan ini, masuk semua ternyata kerugiannya lebih dari Rp400 miliar dan ini sudah final,” ucapnya.
Dirinya juga menegaskan bahwa tim penyidik pada Jampidsus Kejagung telah menetapkan tersangka dengan memperhitungkan kerugian keuangan negara terlebih dahulu.
Baca juga:
“Dulu sudah pernah saya sampaikan bahwa tentang penetapan tersangka itu tentu sudah ditemukan adanya kerugian keuangan negara. Tidak mungkin penyidik menetapkan tersangka itu tanpa ada unsur kerugian keuangan negara,” ujarnya.
Diketahui, Kejagung pada Senin ini menetapkan sembilan tersangka baru dalam kasus korupsi impor gula, yaitu TWN selaku Direktur Utama PT AP, WN selaku Presiden Direktur PT AF, AS selaku Direktur Utama PT SUJ, IS selaku Direktur Utama PT MSI, PSEP selaku Direktur PT MT, HAT selaku Direktur PT DSI, ASB selaku Direktur Utama PT KTM, HFH selaku Direktur Utama PT BMM, dan ES selaku Direktur PT PDSU.
Qohar mengatakan, para tersangka tersebut bekerja sama dengan tersangka Charles Sitorus selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI untuk mengimpor gula kristal mentah (GKM) dan mengolahnya menjadi gula kristal putih (GKP). Tersangka Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong turut memberikan izin impor GKM kepada sembilan perusahaan itu.
Padahal, perusahaan-perusahaan tersebut hanya memiliki izin sebagai produsen gula rafinasi. Selain itu, pihak yang boleh mengimpor GKP hanyalah BUMN dan yang diimpor haruslah GKP secara langsung.
Terhadap hasil pengolahan gula tersebut, PT PPI seolah-olah membelinya. Padahal, gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke pasaran melalui distributor terafiliasi dengan harga Rp16.000 per kilogram yang mana lebih tinggi daripada HET saat itu yang sebesar Rp13.000 per kilogram. Selain itu, PT PPI mendapatkan upah sebesar Rp105 per kilogram.
"Dengan adanya penerbitan persetujuan impor GKM menjadi gula GKP oleh Menteri Perdagangan saat itu, Saudara TTL selaku tersangka, kepada para tersangka yang merupakan pihak swasta, menyebabkan tujuan stabilisasi harga dan pemenuhan stok gula nasional dengan cara operasi pasar pada masyarakat tidak tercapai,” ucap Qohar.
Pasal yang disangkakan kepada para tersangka yaitu Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Baca juga:
Baca juga:
Baca juga:
Pewarta: Nadia Putri Rahmani
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025