Kelola Tambang di Kampus, Pakar UGM: Investasi Masa Depan atau Ancaman Pendidikan?
Kelola Tambang di Kampus, Pakar UGM: Investasi Masa Depan atau Ancaman Pendidikan?. ????Pemerintah tengah menggodok revisi Undang-Undang (UU) Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang membuka peluang bagi perguruan tinggi untuk mengelola tambang. Usulan ini mencuat dalam pembahasan DPR, setelah sebelumnya organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan telah diberikan izin serupa. -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp
Yogyakarta (beritajatim.com)- Pemerintah tengah menggodok revisi Undang-Undang (UU) Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang membuka peluang bagi perguruan tinggi untuk mengelola tambang. Usulan ini mencuat dalam pembahasan DPR, setelah sebelumnya organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan telah diberikan izin serupa.
Jika disahkan, perguruan tinggi dan UMKM bisa mendapatkan hak untuk mengelola sumber daya alam ini. Namun, apakah kebijakan ini akan membawa manfaat atau justru menimbulkan tantangan baru?
Korporatisasi Kampus: Kekhawatiran Akademisi
Guru Besar Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol UGM, Prof. Dr. Gabriel Lele, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap wacana ini. Menurutnya, kampus seharusnya tidak membuka ruang untuk terlibat dalam bisnis pertambangan, meskipun memiliki jurusan terkait dan teknologi yang mendukung.
“Pemberian izin tambang kepada kampus adalah bentuk korporatisasi atau lebih tepatnya korporatisme baru di lingkungan akademik,” ungkapnya. Ia menilai bahwa kebijakan ini dapat mengarah pada pembungkaman suara kritis dari dunia kampus, karena perguruan tinggi yang mendapatkan privilege ini berpotensi kehilangan independensinya dalam mengkritisi kebijakan pemerintah.
Dampak Negatif: Potensi Korupsi dan Pergeseran Fokus Akademik
Lebih jauh, Gabriel menyoroti risiko moral hazard dan potensi korupsi jika perguruan tinggi mulai berorientasi pada keuntungan bisnis dalam mengelola tambang. Ia menegaskan bahwa jika kampus terjun ke dalam dunia pertambangan, maka orientasinya tidak lagi murni akademik, melainkan bisnis.
“Kampus akan dipaksa untuk memakai logika bisnis, bukan hanya logika akademik. Keputusan-keputusan yang diambil akan mempertimbangkan untung dan rugi, bukan hanya aspek ilmiah atau keberlanjutan lingkungan,” jelasnya.
Perlu Kajian Mendalam Sebelum Mengambil Keputusan
Meskipun ada peluang bagi kampus untuk mengembangkan keilmuan dan praktik lapangan dengan izin tambang, Gabriel menekankan pentingnya kajian mendalam sebelum keputusan ini diambil. Menurutnya, universitas harus berdiskusi dan mempertimbangkan risiko serta manfaatnya dengan matang.
“Jika kampus menerima izin ini, maka perlu dipikirkan aspek legal, etika, dan dampaknya terhadap dunia akademik. Jika menolak, perlu dikaji juga konsekuensinya. Tidak ada kebijakan yang bebas risiko, semuanya harus dipertimbangkan secara matang,” tambahnya.
Wacana perguruan tinggi mengelola tambang menimbulkan pro dan kontra. Di satu sisi, ada potensi peningkatan kapasitas riset dan inovasi di bidang pertambangan. Namun, di sisi lain, terdapat ancaman komersialisasi pendidikan, konflik kepentingan, hingga hilangnya independensi akademik. Oleh karena itu, keputusan ini memerlukan pertimbangan yang mendalam agar tidak merugikan dunia pendidikan dan masyarakat secara luas. [aje]