Keracunan Massal Siswa di Sukoharjo Usai Program MBG, Pakar: Quality Control Penting
Keracunan Massal Siswa di Sukoharjo Usai Program MBG, Pakar: Quality Control Penting. ????Insiden keracunan yang menimpa puluhan siswa di SDN Dukuh 3 Sukoharjo setelah menyantap menu Makan Bergizi Gratis (MBG) pada Kamis (16/1/2025) menjadi sorotan publik. -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp
Malang – Insiden keracunan yang menimpa puluhan siswa di SDN Dukuh 3 Sukoharjo setelah menyantap menu Makan Bergizi Gratis (MBG) pada Kamis (16/1/2025) menjadi sorotan publik. Para siswa dari kelas 1 hingga kelas 6 mulai merasakan gejala mual, pusing, hingga muntah tak lama setelah makan.
Menu yang disajikan pada hari itu terdiri atas nasi putih, ayam goreng tepung, tumis wortel tahu, buah naga, dan susu. Salah satu makanan yang diduga menjadi penyebab keracunan adalah ayam goreng tepung.
Pakar gizi dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Erma Wahyu Mashfufa, S.Kep., Ns., M.Si., menekankan pentingnya pengawasan ketat (quality control) dalam penyediaan makanan bagi siswa. Menurutnya, program ini memang baik, tetapi harus ada pengawasan lebih.
“Program ini sangat baik jika bertujuan meningkatkan status gizi anak, tetapi harus ada pengawasan menyeluruh terkait komposisi makanan, kandungan gizi, dan kualitas bahan,” ujar Erma pada beritajatim.com, Jumat (17/1/2025).
Ia menambahkan bahwa setiap usia anak memiliki kebutuhan gizi yang berbeda, sehingga menu harus disesuaikan secara detail. Menurutnya, sekolah harus bekerja sama dengan ahli gizi untuk menentukan proporsi karbohidrat, protein, dan serat yang sesuai dengan kebutuhan anak.
Selain itu, pihak penyedia makanan juga perlu memastikan bahan makanan yang digunakan berkualitas tinggi. Makanan bergizi juga harus dipastikan bebas dari kontaminasi.
Erma menekankan bahwa keberhasilan program MBG memerlukan kerja sama berbagai pihak. Mulai dari sekolah, pendamping program, penyedia makanan, pemerintah, hingga orang tua harus bersinergi.
“Semua pihak harus memahami inti dari program ini, mulai dari identifikasi alergi siswa, pengawasan kualitas makanan, hingga pengaturan porsi yang sesuai. Jika tidak ada pengawasan ketat, insiden seperti keracunan dapat terjadi,” jelas Kepala Departemen Keperawatan Dasar tersebut.
Ia juga menyebut bahwa sistem imun anak sekolah belum sepenuhnya matang. Oleh sebab itu, mereka lebih rentan terhadap dampak makanan yang basi atau terkontaminasi.
Untuk mencegah insiden serupa, Erma mengusulkan empat langkah. Pertama, identifikasi awal, sekolah harus mendata alergi atau sensitivitas makanan pada setiap siswa.
“Kedua quality control, pemerintah dan sekolah harus memastikan bahan makanan aman dan segar. Ketiga, kolaborasi dengan pendamping program dan penyedia makanan harus memiliki keahlian di bidang gizi,” jelas Erna.
Terakhir, pengelolaan menu agar setiap menu disesuaikan dengan kebutuhan gizi anak berdasarkan usia dan tujuan program. Menurutnya, insiden keracunan menjadi pelajaran penting bagi semua pihak yang terlibat dalam program MBG. Dengan pengawasan lebih baik, program ini dapat berjalan sesuai tujuan. [dan/aje]