Komisi III DPR rapat dengan KY guna dengar masukan soal RUU KUHAP

Komisi III DPR RI menggelar rapat dengan Komisi Yudisial (KY) guna mendengar masukan untuk menyusun Rancangan ...

Komisi III DPR rapat dengan KY guna dengar masukan soal RUU KUHAP
Nah di KUHP yang baru kan pasalnya juga berubah, tambah lagi putusan MK yang merubah banyak hal terkait KUHAP

Jakarta (ANTARA) - Komisi III DPR RI menggelar rapat dengan Komisi Yudisial (KY) guna mendengar masukan untuk menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, atau yang biasa disebut KUHAP.

Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru akan mulai berlaku pada 1 Januari 2026. Maka diperlukan juga Hukum Acara Pidana yang baru untuk menyesuaikan ketentuan-ketentuan baru dalam KUHP.

"Nah di KUHP yang baru kan pasalnya juga berubah, tambah lagi putusan MK yang merubah banyak hal terkait KUHAP," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.

Dia mengatakan bahwa ketentuan baru di KUHP, di antaranya mengutamakan prinsip restorative justice, rehabilitatif, dan restitutif. Secara logika, menurut dia, KUHAP perlu memuat nilai-nilai yang sama dengan prinsip tersebut.

Menurut dia, KY berisi orang-orang yang berlatar belakang akademisi dan sehari-hari memantau mekanisme peradilan. Dengan begitu, menurut dia, KY paham soal hambatan-hambatan proses peradilan sehingga mampu menciptakan peradilan yang lebih adil.

Baca juga:

Baca juga:

Baca juga:

"Kita akan membahas KUHAP, ini kick off lagi, mulai dari awal KUHAP ini, jadi kita sama-sama bicarakan. Dari mau disusun kita undang teman-teman semua, dan yang pertama diundang adalah teman-teman KY," tutur dia.

Sementara itu, Ketua KY Amzulian Rifai mengapresiasi DPR RI yang sebelumnya mampu menuntaskan KUHP yang baru. Dengan begitu, KUHAP pun harus memiliki semangat dan asas yang sama dengan KUHP, salah satunya adalah restorative justice atau keadilan restoratif.

Dia menilai saat ini KUHAP yang berlaku tidak memuat pengawasan terhadap proses penegakan hukum dan hanya mengawasi putusan peradilan. Padahal, kata dia, penyalahgunaan wewenang dalam proses penegakan hukum bisa terjadi sejak proses penyelidikan.

"Di setiap proses penegakan hukum telah ada lembaga pengawas sendiri baik internal maupun eksternal, komisi kepolisian, komisi kejahatan, dan Komisi Yudisial, adalah di antara beberapa lembaga yang bertugas melakukan pengawasan tersebut," ujar Amzulian.

Di sisi lain, di menilai saat ini masyarakat sudah kritis dalam memantau proses hukum di peradilan, karena memiliki kesadaran akan haknya dalam memperjuangkan keadilan. Dengan begitu, aparat penegak hukum tidak berbuat sekehendak hati dalam menjalankan tugas.

"Sebagai contoh Komisi Yudisial setiap tahun menerima ribuan pengaduan atau laporan terkait sikap dan perilaku hakim. Pada 2024 saja terdapat 2.274 laporan dan tembusan serta 966 permohonan pemantauan persidangan untuk semua tingkatan pengadilan," ucap dia.

Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2025