Korban Penggusuran PN Cikarang Mengeluh Akses Listrik dan Air Dihentikan

Sejumlah warga Cluster Setia Mekar 2, Kabupaten Bekasi, menjadi korban penggusuran di tengah sengketa lahan

Korban Penggusuran PN Cikarang Mengeluh Akses Listrik dan Air Dihentikan

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah warga , Kabupaten Bekasi, yang terdampak penggusuran oleh Pengadilan Negeri Cikarang melakukan audiensi dengan Komisi II DPR. Mereka menceritakan kronologi eksekusi dan menyampaikan keluhan kepada anggota dewan atas kejadian yang menimpa mereka.

Seorang perwakilan warga, Abdul Bahri, menyatakan terdapat 27 dari 60 unit rumah yang aliran aliran listriknya (kWh meter) ditangguhkan dan tidak mendapatkan akses air sejak hari penggusuran yang terjadi pada 30 Januari 2025. “Jadi kWh-nya mereka cabut kemudian meteran PAM-nya mereka cabut semua,” kata Abdul kepada peserta rapat, di Kompleks Parlemen, Selasa, 11 Februari 2025.

Abdul mengatakan dirinya telah dua kali mendatangi kantor . Namun, pejabat yang berwenang tidak berkenan menemuinya.

Di lain pihak, Kepala Badan Pertahanan Nasional Jawa Barat Ginanjar menyatakan bahwa semestinya unit rumah tersebut tidak terkena dampak karena bukanlah yang bersengketa. Ginanjar mengatakan para penghuni tersebut tidak berkaitan dengan pihak yang berperkara.

Ginanjar menuturkan, Abdul Bahri dan warga Cluster Setia Mekar 2 yang terkena eksekusi PN Cikarang adalah pembeli yang beritikad baik dan harus mendapatkan perlindungan. “Sebetulnya tidak, tetapi dalam pelaksanaan eksekusi dimasukkan ke dalam objek (sengketa),” kata Ginanjar dalam rapat.

Merespons pernyataan itu, Wakil Ketua Komisi III DPR Aria Bima meminta kepada Direktur PLN untuk menindaklanjuti aduan mereka. “Pak Darmawan Prasodjo Direktur PLN mohon segera meminta Kepala PLN Bekasi, karena menurut Kanwil BPN Jawa Barat termasuk (subjek) yang tidak berperkara,” kata Bima.

Dalam rapat dengar pendapat, Abdul menyatakan warga telah memiliki sertifikat hak milik (SHM) yang sah atas tanah mereka. Namun, mereka tidak pernah dipanggil ke persidangan untuk memberikan pernyataan. Tanpa pernah sekalipun mendapat kesempatan untuk membela diri, mereka justru kehilangan rumah dan sumber penghidupan. 


“Kami tidak pernah terlibat dalam perkara ini. Kami tidak pernah dipanggil ke persidangan, tidak pernah memberikan paparan di hadapan hakim, tetapi rumah kami tetap digusur,” kata Abdul Bari di hadapan anggota Komisi II DPR RI, Selasa, 11 Februari 2025, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan.

Menurut Abdul, warga Cluster Setia Mekar Residence 2 memperoleh hak kepemilikan tanah dari Bapak Tunggul Siagian, yang berasal dari induk SHM M705. Sebelum melakukan transaksi jual beli, mereka telah memastikan keabsahan sertifikat tanah pada tahun 2019, dan tidak ditemukan catatan blokir, sita, atau hak tanggungan. Proses transaksi pun berlangsung hingga 2024, dengan beberapa warga membeli rumah melalui skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang melibatkan bank.

Sebagaimana prosedur yang berlaku, bank hanya akan memberikan fasilitas KPR jika tanah dan bangunan dinyatakan legal serta bebas sengketa. Namun, meski sudah melalui tahapan tersebut, warga tetap digusur tanpa kejelasan hukum. “Kami memiliki sertifikat hak milik yang sah. Bank pun sudah memastikan legalitasnya sebelum menyetujui KPR. Tapi, tiba-tiba kami mendapat surat eksekusi pada 18 Desember 2024, dan dalam waktu singkat, rumah kami dihancurkan,” kata Abdul Bari.

Menanggapi pernyataan itu, pihak BPN Jawa Barat menyatakan hal yang disampaikan oleh Abdul adalah benar. Bahwa para penghuni secara tidak langsung tidak terkait dengan para pihak perkara. “Namun, yang terjadi mereka mengalami eksekusi. Padahal sama sekali perolehan tanahnya tidak terkait dengan pihak yang berperkara,” ujar Kepala BPN Jawa Barat Ginanjar.

Ginanjar pun mempertanyakan eksekusi penggusuran yang dilakukan PN Cikarang. Sebab mereka melaksanakan eksekusi tapa mengajukan permohonan pengajuan kepada BPN. Ketentuan itu, kata Ginanjar, diatur dalam PP 18 Tahun 2021 Pasal 93 Ayat 2. “Harus mengajukan permohonan pengukuran terlebih dahulu.” 


Dinda Shabrina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.