Alasan Ekosistem Mobil Listrik Indonesia Tak Akan Terpengaruh Kebijakan Trump

Pemerintah Indonesia meyakini kebijakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, tidak akan berdampak signifikan terhadap perkembangan ekosistem mobil listrik di Indonesia.

Alasan Ekosistem Mobil Listrik Indonesia Tak Akan Terpengaruh Kebijakan Trump

Pemerintah Indonesia meyakini kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, tidak akan berdampak signifikan terhadap perkembangan ekosistem kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) di Indonesia.

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar Kementerian Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Rachmat Kaimuddin, mengatakan kebijakan tersebut tidak akan terlalu berpengaruh kepada pasar EV di Indonesia.

 “Jawaban singkatnya sih kayaknya nggak ya kalau untuk urusan ini,” ujar Rachmat dalam Strategic Forum Katadata Green bertajuk "Membangun Ekosistem Kendaraan Listrik Nasional", di Jakarta, Rabu (12/2)

Rachmat mengatakan, keyakinan tersebut karena Indonesia tidak terlalu banyak melakukan perdagangan komponen maupun mobil listrik dengan Amerika Serikat. Dengan demikian, dia optimistis kebijakan Donald Trump tidak akan berdampak ke ekosistem mobil listrik Indonesia.

 “Kita nggak import mobil, kita nggak ekspor mobil ke Amerika juga. Tidak banyak, seingat saya kita tidak ada atau kalau ada pun sangat sedikit,” ujarnya.

Selain itu, pemerintah Amerika Serikat khususnya di beberapa negara bagian juga masih terus mendorong pemanfaatan kendaraan listrik untuk mendukung mobilitas masyarakat. Salah satunya adalah kebijakan pemerintah AS dengan memberikan insentif kepada produsen EV yang melakukan pembangunan atau perakitan kendaraan di negaranya.

 “Sebenarnya kalau kita lihat di Amerika, pabrik mobilnya sendiri itu yang dikasih insentif juga yang harus produksi di dalam negeri, di dalam negeri Amerika,” ucapnya.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa (28/1) memastikan bahwa Amerika Serikat (AS) telah secara resmi memberi tahu mengenai pengunduran dirinya dari Perjanjian Iklim Paris. Perjanjian Paris tentang perubahan iklim diadopsi pada 2015 oleh 195 anggota Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim.

 Tujuannya adalah untuk membatasi peningkatan suhu rata-rata global hingga jauh di bawah dua derajat Celsius di atas tingkat praindustri, dan sebaiknya mendekati 1,5 derajat Celsius. Keluarnya AS dari Perjanjian Paris (Paris Agreement) dapat berdampak pada program pendanaan, seperti Just Energy Transition Partnership (JETP).