Luluk Kritisi Krisis Lingkungan di Jawa Timur
Luluk Kritisi Krisis Lingkungan di Jawa Timur. ????Luluk Nur Hamidah calon gubernur (cagub) nomor urut 01 mengkritisi isu krisis lingkungan di wilayah Jawa Timur, Senin (18/11/2024) malam. -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp
Surabaya (beritajatim.com) – Luluk Nur Hamidah calon gubernur (cagub) nomor urut 01 mengkritisi isu krisis lingkungan di wilayah Jawa Timur, Senin (18/11/2024) malam. Kritik itu disampaikan dalam momen debat putaran ketiga Pilgub Jawa Timur di Grand City Convex.
Di hadapan publik, Luluk menyoroti masalah pengelolaan sampah yang belum optimal. Menurutnya, Jawa Timur masih merupakan salah satu penyumbang sampah terbesar di Indonesia. Dari data yang disampaikan oleh Luluk, setiap tahun Jawa Timur bisa menghasilkan 6,1 ton sampah. Sementara, kemampuan pengelolaan sampah hanya 2,6 juta. “Berbagai persoalan ini penting untuk keberlanjutan kehidupan masyarakat Jawa Timur kedepannya,” kata Luluk.
Luluk juga menyoroti kualitas udara di Jawa Timur yang kian memburuk selama 5 tahun. Padahal, polusi udara memiliki dampak untuk kesehatan masyarakat. “Kita juga memiliki kualitas udara di Jawa Timur yang semakin memburuk dalam lima tahun terakhir,” tambahnya.
Dari sekian permasalahan lingkungan yang menjadi perhatian Luluk, permasalahan kebersihan Sungai Brantas menjadi salah satu yang utama. Sebagai salah satu sungai terpenting di Jawa Timur, Luluk mengklaim sungai Brantas saat ini dinilai sudah sangat memprihatinkan. Ia pun menyampaikan, pemulihan Sungai Brantas harus menjadi prioritas guna mendukung kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat di sekitar aliran sungai tersebut. “Sungai Brantas, sebagai urat nadi di Jawa Timur, dalam kondisi tercemar parah, dan bahkan tercemar di Indonesia,” tegasnya.
Menutup pernyataannya, Luluk memberikan gambaran tentang bagaimana pembangunan di Jawa Timur harus mencakup pendekatan yang berkelanjutan. Ia menekankan pentingnya kebijakan yang tidak hanya fokus pada aspek ekonomi tetapi juga keberlanjutan lingkungan. “Membangun infrastruktur tentu saja bukan hanya membangun sesuatu yang bersifat fisik, tetapi infrastruktur sesungguhnya adalah membangun peradaban dan martabat kemanusiaan,” pungkasnya. (ang/kun)