Maleo Day: Melestarikan Ekosistem Kelapa
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahukah Anda bahwa setiap tanggal 21 November, kita memperingati Hari Maleo (Macrocephalon maleo), satwa endemik Indonesia yang hanya dapat ditemukan di Pulau Sulawesi? Penetapan tanggal 21...
Oleh : Kuntoro Boga Andri, Kepala Pusat Standarisasi Instrumen Perkebunan, Kementan
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahukah Anda bahwa setiap tanggal 21 November, kita memperingati Hari Maleo (Macrocephalon maleo), satwa endemik Indonesia yang hanya dapat ditemukan di Pulau Sulawesi? Penetapan tanggal 21 November sebagai Hari dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya konservasi dan habitatnya.
Penulis, yang minggu lalu sedang berada di Sulawesi Utara, berkesempatan mengunjungi pusat konservasi Maleo di Tanjung Binerean, Kabupaten Bolaang Mongondow. Tanjung Binerean adalah sebuah kawasan unik yang mencerminkan harmonisasi sempurna antara kehidupan manusia, alam, habitat satwa dan tanaman, serta kepentingan ekonomi dan lingkungan. Di kawasan ini, ekosistem dominannya adalah perkebunan kelapa yang berpadu dengan tanaman kemiri, kopi, dan cengkeh. Masyarakat dan alam hidup berdampingan, menjaga keseimbangan antara keberlangsungan kehidupan satwa liar dan kebutuhan manusia.
Koridor hidupan liar Tanjung Binerean merupakan tempat bertelur bagi penyu dan burung maleo senkawor. Maleo, yang berstatus "critically endangered" menurut IUCN Red List, termasuk dalam CITES Appendix I dan dilindungi oleh hukum Indonesia. Keberadaan maleo yang terancam punah membuat kawasan ini menjadi perhatian khusus Pemerintah Daerah Bolaang Mongondow. Selain sebagai habitat penting bagi burung maleo, kawasan ini juga menjadi lokasi yang vital bagi konservasi.
Ancaman terbesar bagi kelestarian maleo adalah perubahan ekosistem akibat pembukaan lahan untuk pemukiman tanpa memperhatikan fungsi ekologis kawasan tersebut. Oleh karena itu, upaya pengelolaan kawasan Tanjung Binerean dilakukan secara cermat, melibatkan kolaborasi antara berbagai pihak untuk memastikan keseimbangan antara pelestarian keanekaragaman hayati dan kesejahteraan masyarakat setempat. Masyarakat Kecamatan Pinolosian Tengah, yang sebagian besar berprofesi sebagai pekebun kelapa, memainkan peran kunci dalam melestarikan ekosistem ini. Mereka memastikan agar kebun kelapa tidak dipanen pada pagi hari saat burung maleo sedang bertelur di pantai, memberikan ruang bagi satwa liar untuk melanjutkan siklus hidupnya tanpa gangguan.
Sebagai bagian dari upaya ini, Kuntoro Boga, Kepala Pusat Standarisasi Instrumen Perkebunan, Kementerian Pertanian, menegaskan bahwa peningkatan nilai produk dan nilai tambah kelapa untuk meningkatkan pendapatan petani kelapa di kawasan Tanjung Binerean menjadi sangat penting. Hal ini bertujuan untuk memastikan kesejahteraan masyarakat dengan hutan kelapa milik penduduk, sekaligus menjaga kelestarian kawasan Tanjung Binerean, yang juga merupakan rumah bagi berbagai spesies satwa liar. Peningkatan produktivitas dan produksi yang berkelanjutan akan mendukung keseimbangan antara ekonomi dan konservasi, serta memastikan bahwa kebutuhan ekonomi masyarakat lokal tidak mengancam kelestarian lingkungan dan biodiversitas di kawasan tersebut.
Harapan masa depan kawasan ini sangat besar. Tanjung Binerean bukan hanya koridor penting bagi burung maleo, tetapi juga simbol harmoni antara manusia dan alam. Harmoni yang terjalin di sini memberikan harapan untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati sambil meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perkebunan kelapa dan produk turunannya. Kawasan ini tidak hanya menyediakan makanan utama bagi maleo seperti biji kenari dan serangga, tetapi juga menjadi tempat bertelur dan menetaskan telurnya. Ini mengingatkan kita akan pentingnya menjaga keseimbangan antara kebutuhan manusia dan pelestarian lingkungan.
Kuntoro Boga menegaskan bahwa kegiatan seperti lokakarya ini sangat penting dalam memberikan pemahaman dan keterampilan baru bagi petani kelapa untuk mengembangkan praktik pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Lokakarya ini merupakan langkah awal dalam membangun kemitraan yang mendukung pengelolaan kawasan Tanjung Binerean, khususnya dalam budidaya kelapa dan produk turunannya yang sejalan dengan pemulihan ekosistem dan konservasi satwa liar. Kegiatan ini juga membuka peluang untuk mengembangkan industri pengolahan kelapa berkelanjutan yang dapat memperkuat konektivitas pasar, baik di tingkat domestik maupun internasional.
Dengan langkah-langkah ini, Tanjung Binerean diharapkan tidak hanya menjadi wilayah yang kaya akan keanekaragaman hayati, tetapi juga menjadi model kawasan pertanian berkelanjutan yang memberi manfaat ekonomi bagi petani kelapa serta menjaga kelestarian ekosistem di dalamnya. Lokakarya ini bukan hanya tentang berbagi pengetahuan, tetapi juga tentang menciptakan peluang baru bagi masa depan yang lebih baik, di mana manusia dan alam dapat hidup berdampingan secara harmonis.
Maleo Day, atau Hari Burung Maleo telah mengingatkan kita bahwa kita memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga keseimbangan ekosistem, sebuah tugas yang membutuhkan kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta. Hari Maleo Sedunia menjadi momen penting untuk menyadarkan kita semua akan pentingnya melestarikan satwa-satwa langka ini dan habitatnya, serta untuk terus memperjuangkan keberlanjutan alam demi generasi yang akan datang.