Masyarakat Sipil Bersurat ke Komisi III DPR, Sampaikan 8 Poin Krusial Terkait Revisi KUHAP
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), mendatangi Komisi III DPR RI, sampai 8 poin krusial.
![Masyarakat Sipil Bersurat ke Komisi III DPR, Sampaikan 8 Poin Krusial Terkait Revisi KUHAP](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/Koalisi-Masyarakat-Sipil-untuk-Pembaruan-KUHAP-datangi-komisi-III-dpr.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), mendatangi RI, , Senin (10/2/2025).
Kedatangan masyarakat sipil tersebut untuk menyampaikan surat rekomendasi terkait pembahasan .
"Kami dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan hari ini datang ke DPR untuk menyampaikan surat terbuka kami yang kami tujukan kepada Ketua RI Dan Badan Keahlian Setjen DPR RI," kata Direktur LBH Fadhil Alfathan di Gedung Nusantara II, , .
Fadhil menjelaskan, yang diberlakukan sejak Desember 1981 sudah tidak mampu lagi menjawab tantangan zaman maupun kebutuhan yang terkait dengan perkembangan sistem peradilan pidana.
Sebagaimana diketahui sejak beberapa dekade lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah melakukan perubahan terhadap substansi yang ada terkait hukum acara pidana dalam KUHAP.
Baca juga:
Begitu pula puluhan Undang-Undang yang ada saat ini sudah mengatur secara tersendiri perihal hukum acara yang mana itu belum ada penyelarasan lebih lanjut dengan .
"Kemudian terkait dengan implementasi, kami menilai implementasi hukum acara pidana sudah berada dalam batas-batas yang bagi kami berada dalam status yang mengkhawatirkan," ucapnya.
"Banyak sekali pelanggaran hukum acara yang berdampak pada pelanggaran HAM, penyelewengan-penyelewengan, penyalahgunaan kekuasaan yang mewujud dalam kriminalisasi, penyiksaan, perilaku-perilaku koruptif maupun penyelewengan lain yang ironisnya dilakukan atas nama hukum acara pidana atau penegakan hukum pidana," imbuhnya.
Baca juga:
Sehingga, Masyarakat Sipil untuk Pembaruan menyampaikan delapan poin krusial terkait revisi .
Pertama soal peneguhan kembali prinsip due process of law.
Kedua, perlu ada mekanisme pengawasan dan akuntabilitas yang memadai terkait dengan upaya paksa.
"Sebagaimana diketahui upaya paksa mulai dari penetapan tersangka, penahanan, penangkapan, penyitaan dan penggeledahan rawan sekali disalahgunakan oleh aparat penegakan hukum," ucapnya.
"Sehingga tanpa adanya mekanisme pengawasan dan akuntabilitas yang jelas, yang seharusnya diatur dalam , maka instrumen-instrumen hukum acara rawan sekali disalahgunakan," lanjutnya.
Ketiga, perlu ada penguatan hak-hak tersangka yang selama ini kerap kali dinihilkan atau tidak diakui dalam pelaksanaan penegakan hukum pidana.