Mimpi besar Bournemouth ke Eropa
Ini mungkin akan menjadi pencapaian terbaik AFC Bournemouth selama berlaga dalam Liga Inggris sejak debut pada musim ...
Jakarta (ANTARA) - Ini mungkin akan menjadi pencapaian terbaik AFC Bournemouth selama berlaga dalam Liga Inggris sejak debut pada musim 2015/2016.
Bersama 40 poin dari 24 pertandingan pada posisi ketujuh, para pemain asuhan Andoni Iraola itu berpeluang besar menapaki kompetisi Eropa pertama mereka sejak klub ini berdiri pada 1899.
Jumlah poin ini enam poin dari finis terbaik mereka pada musim 2016/2017 atau tahun kedua setelah promosi, ketika mereka menempati posisi sembilan dengan 46 poin. Torehan ini diraih Bournemouth yang kala itu dilatih Eddie Howe setelah mencatat 12 kemenangan, 10 seri, dan 16 kekalahan.
Jika mampu mempertahankan posisi ketujuh sampai akhir musim ini, maka The Cherries berpeluang minimal menjadi wakil Inggris dalam Liga Europa atau Liga Conference Europa.
Berselisih tiga poin dari Chelsea yang masuk empat besar, Bournemouth juga bisa menjadi wakil Inggris dalam Liga Champions jika konsisten dalam 14 pertandingan tersisa.
Impian ini sedang dibangun oleh Iraola yang perlahan menemukan permainan yang diinginkannya setelah memasuki musim keduanya di Inggris.
Iraola adalah pelatih yang mampu memaksimalkan para pemain muda. Saat kalah di tangan Liverpool pada Sabtu (1/2), skuad starternya berusia rata-rata 24,7 tahun.
Tujuh pemain dari 11 pemain terbaik pertama mereka pada pertandingan itu berusia 25 tahun atau di bawahnya.
Mereka adalah Illia Zabarnyi (22 tahun), Dean Huijsen (19 tahun), Milos Kerkez (21 tahun), Tyler Adams (25 tahun), Justin Kluivert (25 tahun), Antoine Semenyo (25 tahun), dan Dango Ouattara (22 tahun).
Pemain-pemain muda ini menjadi pilar Bournemouth.
Duet bek tengah Huijsen dan Zabarnyi, serta Milos Kerkez di kiri sangat kokoh menjaga pertahanan timn yang baru kebobolan 28 kali di Liga Inggris.
Statistik itu yang terbaik keempat dari 20 konstestan Liga Inggris setelah Liverpool (21 kebobolan), Arsenal (22 kebobolan), dan Nottingham Forest (27 kebobolan).
Kluivert, Semenyo, dan Ouattara menjadi trisula mematikan di lini depan. Ketika melalui 11 laga tanpa kalah di Liga Inggris dengan 25 gol sebelum dipatahkan Liverpool, kolaborasi ketiga pemain itu total mencetak 17 gol.
Dari angka fantastis ini di liga itu, Kluivert adalah yang tersubur dengan sembilan gol dan dua kali hattrick. Kluivert pun menjadi top skor Bournemouth dengan 12 gol dalam semua kompetisi musim ini. Ia hanya tinggal satu gol lagi untuk menyamai catatan 13 gol ayahnya, Patrick Kluivert, saat bersama Newcastle United pada musim 2004/2005.
Kepandaian Iraola meramu darah muda dia lanjutkan dalam bursa transfer musim dingin ini. Alih-alih mendatangkan pemain top untuk menggaransi tiket Eropa, Iraola memilih merekrut pemain dengan tujuan jangka panjang klub.
Lima pemain di bawah 20 tahun didatangkan pelatih asal Spanyol itu.
Kelimanya adalah bek tengah Matai Akinmboni (18 tahun) dari DC United, kiper Kai Crampton (18 tahun) dari Chelsea, bek kiri Julio Soler (19 tahun) dari Lanus, winger kiri Zain Silcott-Dubbery (19 tahun) dari Chelsea, dan striker Eli Junior Kroupi dari FC Lorient (18 tahun).
Dari kelimanya, Kroupi adalah yang paling menjanjikan karena sudah mengemas sembilan gol dan dua assist dari 17 penampilan membawa Lorient memimpin tiga poin di puncak klasemen liga level dua Prancis. Namun, Kroupi baru tiba di Vitality musim panas nanti karena sang pemain dibiarkan matang dengan status pinjaman kepada Lorient sampai akhir musim ini.
Selain membeli pemain baru, The Cherries juga memanggil pemain yang dipinjamkan ke klub lain, Daniel Jebbison yang sudah membuat 13 penampilan bersama Watford.
Jebbison adalah penyerang tengah yang sangat dibutuhkan Bournemouth musim ini setelah ditinggal dua striker utama karena cedera, yakni Enes Unal dan Evanilson.
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2025