Ada 300 Terpidana Mati di Indonesia, Eksekusi Terkendala Hubungan Diplomatik
"Capek-capek kami menuntut hukuman mati, tidak bisa dilaksanakan, " kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin soal eksekusi hukuman mati terkendala hubungan diplomatik dengan negara lain.
Ada 300 terpidana di Indonesia. Mayoritas di antaranya merupakan Warga Negara Asing atau WNA.
Namun Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengungkapkan kendala penerapan hukuman mati di Indonesia yakni hubungan diplomatik.
Mayoritas terpidana hukuman mati di Indonesia yakni terkait kasus narkoba. Paling banyak berasal dari Eropa, Amerika, dan Nigeria.
Dalam menindak para terpidana, Kejaksaan bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri atau Kemenlu. Akan tetapi, hukuman mati sulit dilaksanakan karena dalam prosesnya mempertimbangkan hubungan diplomatik Indonesia dengan negara lain.
"Kami pernah beberapa kali bicara, waktu itu era Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, ‘Kami masih berusaha untuk menjadi anggota ini, anggota ini. Tolong jangan dahulu. Nanti kami akan diserang’," kata Burhanuddin menirukan tanggapan terkait hukuman mati, di Gedung Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Jakarta, Rabu (5/2).
Selain itu, pemerintah mempertimbangkan nasib Warga Negara Indonesia atau WNI yang menjadi terpidana di negara lain.
"Jadi, memang saya bilang, capek-capek kami menuntut hukuman mati, tidak bisa dilaksanakan. Itu mungkin problematika Indonesia," ujarnya.
Baru-baru ini, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan memulangkan terpidana mati kasus narkotika asal Prancis, Serge Areski Atlaoui.
Proses pemindahan/pemulangan terpidana mati Serge dilakukan atas kesepakatan Indonesia dan Prancis, dengan berdasarkan pada kerja sama bilateral.
Staf Khusus Bidang Hubungan Internasional Ahmad Usmarwi Kaffah menyampaikan pengembalian terpidana mati itu dilakukan atas kondisi kesehatan yang bersangkutan, sehingga mengharuskan Pemerintah Prancis memulangkannya.
Pemerintah Prancis wajib mengakui putusan pengadilan Indonesia. Dalam hal ini, Prancis mesti mengakui bahwa Serge, warga negaranya, merupakan narapidana yang dijatuhi hukuman mati.
Selain itu, kewenangan pembinaan narapidana akan diserahkan kepada negara bersangkutan setelah dipindahkan. Indonesia akan menghormati kebijakan yang akan diambil oleh Prancis, termasuk memberikan grasi kepada Serge.