Pakar UGM Pertanyakan MBG: Menuju Gizi Seimbang atau Sekadar Formalitas?

Pakar UGM Pertanyakan MBG: Menuju Gizi Seimbang atau Sekadar Formalitas?. ????Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang baru saja diluncurkan di berbagai wilayah Indonesia kini telah memasuki minggu kedua pelaksanaannya -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp

Pakar UGM Pertanyakan MBG: Menuju Gizi Seimbang atau Sekadar Formalitas?

Yogyakarta (– Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang baru saja diluncurkan di berbagai wilayah Indonesia kini telah memasuki minggu kedua pelaksanaannya. Respon masyarakat terhadap program ini sangat beragam, mulai dari antusiasme hingga kritik tajam. Berbagai elemen masyarakat, termasuk siswa dan pakar, turut memberikan masukan dan tanggapan terhadap program ini. Kritik yang muncul menyoroti beberapa aspek penting yang dinilai belum sepenuhnya dibahas secara mendalam, terutama mengenai indikator keberhasilan program.

Tantangan dan Kritik terhadap Program MBG

Sebagaimana kebijakan publik lainnya, MBG tidak lepas dari pro dan kontra. Salah satu kontroversi terbesar adalah terkait dengan alokasi dana per anak yang semula ditetapkan sebesar Rp 15.000 namun kemudian dikurangi menjadi Rp 10.000. Pengurangan ini memicu pertanyaan apakah dana tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi harian anak-anak. Selain itu, menu makanan yang disajikan juga menjadi sorotan. Banyak yang mempertanyakan apakah menu yang disediakan sesuai dengan selera dan kebutuhan gizi anak-anak, mengingat beberapa kasus menunjukkan adanya makanan yang terbuang karena tidak diminati.

Pendapat Ahli: Pentingnya Standarisasi dan Pengawasan

Dekan Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Prof. Eni Harmayani, menyoroti berbagai persoalan yang muncul dalam pelaksanaan program MBG ini. Menurutnya, perlu ada kajian lebih mendalam mengenai jenis menu dan metode pengolahan makanan agar dapat mengurangi potensi food waste. “Setiap daerah memiliki kebiasaan berbeda dalam mengolah makanan, sehingga perlu ada standarisasi nasional terkait menu, kandungan gizi, dan proses pengolahan,” ungkap Prof. Eni.

Kolaborasi Multi-Pihak untuk Keberhasilan Program

Untuk memastikan program ini berjalan efektif, Prof. Eni menekankan perlunya kolaborasi antara berbagai pihak, termasuk sekolah, ahli gizi, dan pemerintah daerah. Indikator keberhasilan program harus melibatkan sekolah sebagai pihak yang lebih dekat dengan anak-anak, sehingga proses pemantauan bisa lebih terarah dan melibatkan orang tua. “Keterlibatan sekolah dan orang tua sangat penting untuk memastikan bahwa makanan yang disajikan benar-benar sesuai dengan kebutuhan anak,” jelasnya.

Pengelolaan Dapur Umum: Kunci Efisiensi dan Kebersihan

Pengelolaan dapur umum yang digunakan dalam program MBG juga harus diperhatikan dengan serius. Prof. Eni menekankan pentingnya pengelolaan yang profesional untuk memastikan makanan yang disajikan tetap layak konsumsi dan higienis. “Edukasi mengenai penyediaan makanan sehat dan bergizi juga perlu ditingkatkan,” tambahnya.

Harapan ke Depan: Perencanaan dan Evaluasi yang Matang

Prof. Eni berharap bahwa program MBG dapat menjadi model yang dirancang dengan baik, mulai dari penyediaan makanan hingga evaluasi keberhasilannya. “Program ini sangat positif untuk meningkatkan gizi masyarakat Indonesia, tetapi tanpa perencanaan yang matang, efektivitas dan keberlanjutannya bisa dipertanyakan,” pungkasnya.

Dengan adanya berbagai masukan dan kritik, diharapkan program MBG dapat terus diperbaiki dan disempurnakan, sehingga benar-benar mampu memberikan manfaat maksimal bagi peningkatan gizi anak-anak Indonesia. [aje]