Pertumbuhan Ekonomi 8% Sulit Tercapai Bila Polusi Udara Tidak Ditangani

Pakar menyatakan pertumbuhan ekonomi tidak akan mencapai target 8% jika polusi udara tidak ditangani. Apa penyebabnya?

Pertumbuhan Ekonomi 8% Sulit Tercapai Bila Polusi Udara Tidak Ditangani

Permasalahan polusi udara yang terjadi di beberapa kota besar di Indonesia berpotensi menghambat target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen seperti yang dicita-citakan Presiden Prabowo Subianto. Polusi udara sangat berdampak pada ekonomi dan kualitas hidup masyarakat.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, mengatakan data Bank Dunia menyebutkan bahwa bisa mengurangi pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia sekitar US$ 220 miliar atau sekitar 6,6 persen pada 2019. Kerugian ini mencakup perawatan kesehatan, kerugian produktivitas, serta kerusakan lingkungan yang mempengaruhi sektor pertanian dan pariwisata.

Selain itu, Fabby mengatakan, memburuknya kualitas udara menyebabkan penyakit paru-paru dan infeksi saluran pernapasan, bahkan risiko kematian serta kematian dini. Kondisi tersebut berdampak pada kualitas hidup manusia di Indonesia.

Menurut WHO, rata-rata konsentrasi PM 2.5 di indonesia mencapai 21 mikrogram per meter kubik di tahun 2023. Ini mencapai empat kali lebih tinggi dari ambang batas yang ditetapkan oleh WHO. Selain itu, konsentrasi Sulfur PM 10 rata-rata dua kali lebih tinggi dari standar yang ditetapkan WHO 

"Kalau Presiden Prabowo ingin meningkatkan pendapatan kita, maka harus ada penanganan polusi udara. Tanpa adanya pengurusan polusi udara saya tidak yakin pertumbuhan 8 persen bisa terjadi," ujar Fabby dalam Launching Studi AQ Marves, di Jakarta, Selasa (19/11).

Perbaiki Kualitas BBM

Fabby mengatakan, salah satu langkah strategis untuk mengurangi polusi udara di Indonesia adalah dengan memperbaiki kualitas bahan bakar minyak (BBM) yang digunakan oleh kendaraan dan Industri. Kualitas bahan bakar yang tersedia di Indonesia masih jauh dari standar internasional yang diterapkan di negara maju, khususnya diesel dan bensin.

Sebagai contoh, bahan bakar diesel di Indonesia mengandung sulfur hingga 3500 particulare per meter (ppm) atau jauh lebih tinggi dari standar BBM Euro 4 di angka 50 ppm. Kandungan tinggi tersebut menyebabkan BBM di Indonesia mengandung zat berbahaya bagi kesehatan manusia seperti sulfur, besana, dan tulema.

"Untuk itu salah satu solusi paling efektif adalah dengan meningkatkan kualitas bahan bakar, khususnya mengurangi kadar sulfur dalam diesel dan mengurangi bahan berbahaya dalam bensin," ujarnya.

Karena itu, pemerintah harus mengambil segera menerapkan standar kualitas bahan bakar yang lebih ketat. Pemerintah perlu dengan segera menerapkan standar kualitas bahan bakar kendaraan setara dengan euro 4 atau lebih tinggi untuk diesel dan bensin. Selain itu, pemerintah ataupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) perlu meningkatkan infrastruktur pengolahan dan distribusi bahan bakar.

"Ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas bahan bakar lebih baik dimana kita perlu melakukan pembaruan termasuk fasilitas distribusi minyak dan ini memerlukan investasi teknologi baru dan modernisasi fasilitas yang sudah ada," ucapnya.