Penderita Diabetes Dewasa Diperkirakan Capai 800 Juta Orang, 2 Kali Lipat dari Sebelumnya
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menurut studi terbaru, lebih dari 800 juta orang dewasa mengidap diabetes di seluruh dunia, hampir dua kali lipat dari perkiraan sebelumnya. Parahnya, lebih dari separuh penderita diabetes...
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menurut studi terbaru, lebih dari 800 juta orang dewasa mengidap di seluruh dunia, hampir dua kali lipat dari perkiraan sebelumnya. Parahnya, lebih dari separuh berusia di atas 30 tahun tidak mendapatkan pengobatan yang memadai.
Studi yang dipublikasikan di The Lancet menemukan bahwa prevalensi global diabetes telah meningkat dua kali lipat sejak 1990 menjadi 14 persen dari sekitar 7 persen. Para peneliti berpendapat bahwa peningkatan ini sebagian besar didorong oleh melonjaknya kasus di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
"Meskipun ada lonjakan kasus diabetes, tingkat pengobatan di negara berpenghasilan rendah dan menengah hampir tidak meningkat. Sebaliknya, di beberapa negara berpenghasilan tinggi, pengobatannya telah mengalami perbaikan. Fakta ini mengarah pada kesenjangan pengobatan yang melebar," kara para peneliti seperti dilansir Reuters, Senin (18/11/2024).
Pada 2022, ada sekitar 828 juta orang berusia 18 tahun ke atas yang mengidap dan 2 di seluruh dunia, demikian hasil studi tersebut. Di antara orang dewasa berusia 30 tahun ke atas, 445 juta, atau 59 persen di antaranya, tidak menerima pengobatan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelumnya telah memperkirakan bahwa sekitar 422 juta orang mengidap diabetes, penyakit metabolik kronis yang melibatkan kadar gula darah, yang dapat merusak jantung, pembuluh darah, saraf, dan organ tubuh lainnya jika tidak diobati. Direktur Jenderal WHO Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa peningkatan yang didokumentasikan dalam penelitian ini mengkhawatirkan.
“Untuk mengendalikan epidemi diabetes global, negara-negara harus segera mengambil tindakan, termasuk dengan kebijakan yang mendukung pola makan sehat dan aktivitas fisik, serta sistem kesehatan yang dapat mencegah, mendeteksi, dan mengobati kondisi tersebut," kata Tedros.
Profesor di Universitas Yaounde I Kamerun, menambahkan, di beberapa bagian Afrika sub-Sahara hanya 5-10 persen dari penderita diabetes yang mendapatkan pengobatan. Mengobati diabetes, baik dengan insulin atau obat-obatan, menjadi beban finansial yang besar bagi banyak orang.
“Sejumlah besar orang (berisiko) mengalami komplikasi kesehatan yang serius,” kata Yaounde.
Penelitian ini dilakukan oleh NCD Risk Factor Collaboration dan WHO, dan merupakan analisis global pertama yang memasukkan angka dan estimasi pengobatan untuk semua negara. Penelitian ini didasarkan pada lebih dari 1.000 studi yang melibatkan lebih dari 140 juta orang.
Para peneliti mendefinisikan diabetes sebagai kadar glukosa plasma puasa yang tinggi, hemoglobin terglikasi yang tinggi, atau menggunakan obat untuk diabetes. Mereka menggunakan kedua tes tersebut untuk menghindari kemungkinan kekeliruan, khususnya di Asia Selatan, di mana penggunaan glukosa plasma puasa saja dapat melewatkan banyak kasus.
Meskipun penelitian ini tidak dapat memisahkan kasus tipe 1 dan tipe 2, bukti sebelumnya menunjukkan bahwa sebagian besar diabetes pada orang dewasa adalah tipe 2, yang terkait dengan obesitas dan pola makan yang buruk.